Oleh:
Muklis Puna
Matahari masih lelap di ufuk timur. Hawa pagi mengirim tanda pada kulit - kulit polos dalam mobil kesukaanku. Dingin menggigit pagiku, udara basah membentang, kabut bersemanyam di kaca mobil. Aku kesepian di keramaian jalanan. Anak- istriku dan rombongan pulas dalam kepompong pagi. Pikiran menerawang membayangkan Kota Medan yang begitu mengusik jiwa. Kutinggalkan Serambi Mekah dalam keadaan buru- buru. Asyiknya mengemudi juga sebuah tantangan tersendiri. Tubuhku lemah digilas masa, Aku terburu -buru,karena harus pulang mengikuti pelatihan di Kuta Raja yang menguras adrenalin satu minggu ke depan.
Padahal baru kemaren Aku menapaki punggung gunung Seulawah yang begitu indah nan menantang. Hari ini aku menuju Medan demi tujuan penting menemani belahan jiwa. Lamunanku begitu memanjang, mengular seakan menutup badan jalan yang kulintasi. Mata ku nampak lelah bagai lampu tinggal 5 Watt. Mobil -mobil besar kulewati dengan gesit sambil kubisikkan "Kenapa merangkak di jalan?",hari hampir pagi, Anak istri menunggu!"
Dalam sekelabat pagi dijemput mentari, tiba - tiba mobil truk berbadan lebar terpasak di depan menghadang jalan. Aku meracau " Ini apa lagi ya?" Udah lambat bagai siput lalu tertanam bagai pohon beringin malam". Aku terus mengumpat, rupanya rombongan pria berbaju polisi menghadang jalanan. Di depan, mobil- mobil kecil antre menunggu cek up jalanan. Satu dua para sopir turun mengikuti arahan mereka. Ada yang digiring ke tempat remang -remang menjauhi keramain bagai terdakwa jalanan. Aku terkesima melihat sosok perkasa dengan topi lambang burung garuda mengembang sayap. Semua pakaian dinas diselimuti jaket warna hitam, mustahil aku bisa membaca namanya. Wajahnya ditutupi oleh rasa tak bersalah, hanya para sopir yang bersalah.
Lampu kedap-kedip di tangan membunuh kegelapan menjemput pagi. Semua mobil diarahkan kemana suka dengan arahan lampu di tangan. Hanya dialog -dialog kecil yang dilakonkan setelah itu para sopir merogoh kantong mecabut si merah dan si biru,lalu diremas dan disodorkan di gelapnya malam. Sekarang giliran Aku yang didakwa dengan putusan sepihak. Satu orang polisi tinggi besar, berkulit putih, dan gagah datang menyapa. Kutawarkan dia senyuman khas Serambi Mekah agar suasana mencair dalam keheningan, Dia tak menggubris karena di otaknya sudah digerogoti rupiah tak bernomor.
"Selamat malam pak!" Suara tegas seperti menampar telingaku. "Malam Pak!", kujawab sapaannya. " Tolong Pak, Surat - surat kelengkapan mobil seperti SIM dan STNK!" Sambil menunggu Aku membuka dompet kulit warna gelap untuk mengambil permohonannya, senter kecil di tangannya disorotkan ke arah kursi deret belakang. " Pak! Kenapa penumpang gak dipakaikan sabuk? Undang- undang mengharuskan penumpang memakai sabuk pak?" Aku tak bergeming, STNK dan SIM di genggaman kusodorkan padanya. Lalu sambil menggigau dia berjalan menuju arah depan mobil. Dari dalam kelihatan Dia membaca SIM dan STNK sambil melihat Plat mobil dalam remang.
Aku diam seperti bisu,. Membiarkan Dia mengatur siasat ala Sumatera Utara. "Bang pindahkan aja mobilnya bang!", Sambil menunjuk ke arah remang. Bang...! ini ditilang aja ya? terserah Abang mau SIM atau STNK nanti Abang ambil di kejaksaan!" Aku juga tak merespon, diam seribu bahasa. Akhirnya, Dia mengambil siasat baru, Bapak mau dibantu tidak!" "Dibantu apanya pak?" Aku sudah tau dari pertama, kemana lidahnya melaju. Surat lengkap, mobil tak bermasalah kenapa harus dibantu? Seperti berkumur dia berbisik 'Saya bantu aja ya?" Terserah bapaklah?" Kini posisiku sudah berada di mobil. Uang Rp.50.000 yang dikasih teman untuk biaya perjalanan sudah remuk dalam remasan genggaman kesal. "Boleh lah pak, lalu dia meneropong uang dalam genggaman dengan santer pembawa rezki miliknya. Kucoba menyodorkan keluar kaca mobil biar tampak didera cahaya lampu mobil yang di belakang. Dia berontak , " "Dalam mobil aja dikasih!" Dengan rasa tak bersalah dikembalikan surat-surat mobilku, lalu kutukar dengan lembaran biru tanpa persetujuan sepihak. Senyum sumringah memburat dari bibirnya. Terimakasih Pak! "Besok- besok pakai sabuk penumpang ya?"Aku sinis dan bertanya, Ini gak apa- apa lagi sampai ke Medan kan?"Gak pak lanjut aja, hati- hati ya? '
Wow begitu santunya polisi di negeriku hari ini ...
0 Komentar