Tantangan Guru Abad 21
Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
sastrapuna.com - "Semua orang ingin mengubah dunia, tetapi tidak seorang pun terpikir untuk mengubah dirinya sendiri (Leo Tolstoy)”
Tantangan Guru Abad 21 Kutipan ini segaja penulis ambil sebagai pendahuluan dalam tulisan ini. Terdapat banyak konsep dalam kutipan di atas, jika dibentangkan dalam sebuah kajian khususnya berkaitan dengan peran guru saat ini. Mengapa artikel ini harus menggunakan kata- kata guru abad 21? Jawabannya biar tampak elegan dan membuyarkan persepsi pembaca terhadap profesi mulia ini.
Tugas utama guru adalah membuat perubahan yang signifikan terhadap pola pikir, sikap, dan karakter yang dimiliki oleh peserta didik. Ketika tujuan ini sudah berhasil dilakukan oleh guru, maka proses belajar sudah tentu terjadi dengan sendirinya. Ada satu kutipan yang memotivasi dalam pengembangan artikel ini adalah" Harga sebuah masa depan ditentukan hari ini", Lalu siapa yang mengecer harga tersebut hari ini? Jawabannya adalah hanya guru yang dapat mewujudkan hal tersebut.
Mengubah dunia masa depan berarti mengubah pola pikir, sikap dan karakter peserta didik hari ini. Ini adalah mata rantai dalam sistem pendidikan. Pembelajaran berlangsung berkesinambungan dan sistemik. Tugas guru saat ini adalah menata, mengobalarasi, mengkreasi, dan mencipta suatu generasi milenial di abad 21. Sudah menjadi kesepakatan bersama bahwa abad 21 adalah abad penuh tantangan dan rintangan yang harus dilewati oleh generasi milenial. Ini abad gila! Semua informasi dan teknologi berlangsung dan berkembang bagai puting beliung menghantam daratan di belahan bumi. Setiap peristiwa, hal, dan perkembangan teknologi di belahan bumi lain secepat kilat bisa diakses oleh pengguna jaringan internet.
Menghadapi tantangan seperti ini sebenarnya ada menariknya bagi guru -guru yang menyukai tantangan dalam belajar. Guru hari ini adalah guru yang harus mengupgrade dirinya sesuai dengan kemajuan zaman. Guru hari adalah bukan lagi guru yang menyajikan materi pelajaran berdasarkan teori-teori yang pernah dipelajari di perguruan tinggi. Selanjutnya, guru hari ini bukanlah guru yang menanamkan konsep semata tanpa ditagih dengan produk aplikasi dari konsep yang sudah dipahami.
Nah ...! Bagaimana sih guru abad 21 sebenarnya? Adapun guru abad 21 memiliki karakter sebagai berikut 1) Mengantisipasi masa depan,2) Pembelajar seumur hidup,3) memupuk hubungan teman dengan teman sejawat,4) Mampu mengajar,5) Menguasai teknologi. https://www.kompasiana.com diakses 7 Maret 2022.
Agar alur pikir pembaca dengan penulis selaras, kelima karakteristik guru abad 21 dapat dilihat pada uraian berikut.
1. Mengantisipasi Masa Depan
Guru yang baik adalah guru yang mampu membaca tanda ( sign) bersifat futuristik. Guru model ini adalah guru yang mampu mengantisipasi segala hal yang akan muncul di masa mendatang. Penerawangan masa depan yang dilakukan dapat memberikan solusi kepada peserta didik dalam menghadapi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
Kurikulum sebagai acuan pembelajaran sudah menjawab tantangan seperti itu. Namun, sekarang apakah para guru masih konsisten dan menguasai kurikulum secara komperehensif? Mengingat kurikulum adalah cerminan masa depan, maka seorang guru harus lebih bijak dalam menelusuri butir- butir kurikulum secara utuh. Gagalnya sebuah generasi sangat ditentukan oleh kurikulum yang berlaku. Dalam hal ini guru tidak dapat dijadikan sebagai tumbal dari kegagalan tersebut. Pemerintah selaku pemegang kepentingan pendidikan harus jeli melihat kebutuhan peserta didik masa depan, bukan berarti kurikulum harus bongkar pasang demi kepentingan onani politik sesaat.
Untuk mengantisipasi masa depan yang begitu kompleks, guru sebagai ujung tombak senantiasa mengkaji dan mengaitkan setiap materi pembelajaran dengan kehidupan kontekstual. Artinya, peserta didik jangan diajak berhalusinasi dan berimajinasi dengan konsep konsep semata. Semua karakter dari materi yang berkutat tentang konseptual, prosedural, dan meta kognitif harus ter-aplikasi dengan baik.
Menghafal konsep setiap pembelajaran adalah model belajar paling lemah dalam kehidupan belajar abad 21. Selanjutnya, ranah berpikir, memahami, dan mengulang kembali materi pelajaran telah memosisikan pendidikan negeri ini pada nomor buncit dalam percaturan pendidikan dunia. Dalam mengantisipasi masa depan membutuhkan guru dan siswa belajar bersama. Kemitraan dan familiar menjadi titik fokus dalam keberhasilan pendidikan. Deby Potter (2008) menyatakan bahwa " Masuklah dalam kehidupan peserta didik dan bawa Dia dalam kehidupanmu"
Jika konsep ini mampu diterapkan oleh semua guru Indonesia, penulis berpikir peringkat pendidikan Indonesia hari ini dapat menyamakan negara-negara tetangga. Namun, untuk mengaplikasikan hal ini sangat sulit dilakukan. Mengingat filosofi yang sudah mengakar dalam sistem pendidikan kita adalah" Guru wajib ditiru dan digugu" Seandainya perilaku guru sesuai tuntutan maka sah- sah saja. Nah ...kan tidak selamanya demikian? Guru kan manusia juga yang mempunyai banyak dimensi kehidupan.
Sikap- sikap familiar dan kemitraan belum sepenuhnya dilakukan oleh guru secara umum. Ada batas , ruang, dan ranah- ranah tertentu yang masih sensitif untuk dimasuki oleh guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Misalnya, peserta didik masih enggan untuk menyampaikan keluh kesah tentang kehidupan pribadi pada guru.
Proses kedewasaan guru dalam bergumul dengan peserta didik juga belum maksimal, sehingga kentara sekali hubungan guru dengan peserta didik masih dibatasi oleh "Induk kalimat dan anak kalimat" seperti dalam kalimat majemuk bertingkat. Jadi untuk mengantisipasi masa depan, guru dituntut harus mampu meneroka segala kebutuhan peserta didik di masa akan datang melalui proses kreativitas, profesional, dan punya kepribadian yang matang.
2) Pembelajaran Seumur Hidup
Sesuai dengan hadis Nabi Muhammad Saw. " Belajar itu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat" Hadist inilah yang mensponsori kewajiban belajar bagi setiap manusia dalam berbagai lini kehidupan. Hal ini tetap berlaku bagi guru yang tugas utamanya sebagai pengajar, pendidik, pelatih, dan pembina. Berkaitan dengan ini penulis ingin menyatakan bahwa bagaimana seharusnya guru meng- update dirinya sesuai dengan perkembangan zaman?
Pengetahuan guru harus balance dengan kehidupan peserta didik. Perubahan informasi berkembang begitu pesat, jaringan komunikasi semakin menjamur. Informasi pengetahuan beredar di mana- mana. Generasi milenial lebih melek teknologi dibandingkan guru. Hanya saja informasi pengetahuan yang diupdate peserta didik membutuhkan fasilitator yang mumpuni. Jika guru sebagai fasilitator utama lalai dalam mengembangkan potensi yang ada, maka siap-siap sajalah guru akan dijadikan orang kedua dalam pembelajaran di sekolah.
Pengalaman menunjukkan bahwa masih terdapat guru yang mengajar hanya sebagai pelepas beban yang digaji pemerintah. Ilmunya tak pernah di-update. Ke sekolah hanya memenuhi jam komulatif sebagai PNS, materi yang disajikan tidak pernah direnovasi.
Guru profesional versi abad 21 adalah guru yang punya jiwa belajar tinggi. Hal ini tidak boleh dipengaruhi oleh faktor usia dan latar belakang sosial. Ingat..! Menjadi guru itu adalah pekerjaan menambah pertanyaan pada malaikat penanya di alam barzah" Darimana ilmu itu Kau dapat, bagaimana, dan kepada siapa ilmu itu Kau ajarkan?'
Pertanyaan" bagaimana" dalam konteks di atas adalah jadi permasalahan hari ini di kalangan guru. Di samping itu, guru juga sebagai pembaharu negeri, jika ilmu yang ditularkan bukan berhubungan dengan hal kebaruan, maka akan muncul masalah baru dalam dunia pendidikan.
Guru yang baik abad 21 merupakan salah seorang yang sadar akan trend teknologi yang cepat berubah selaras dengan arah ekonomi, proyeksi masa depan yang dibutuhkan bisnis dan industri; sadar akan peluang karier bagi anak-anak di tahun-tahun mendatang dan semua keterampilan pendidikan yang diperlukan dan bakat yang diperlukan untuk memungkinkan anak-anak memposisikan diri dalam bersaing dan menilai semua tingkat pelajari.
3) Memupuk Hubungan Teman Sejawat
Berbagai disiplin ilmu yang dimiliki oleh guru dikumpulkan dalam satu lembaga pendidikan yaitu sekolah. Berbagai disiplin ilmu tersebut juga diemban oleh orang atau individu dengan berbagai karakteristik manusia. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang bermartabat, guru dipercayakan sebagai mitra utama pemerintah. Dalam mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan sebuah harmonisasi yang apik di antara sesama guru, baik dari disiplin ilmu yang sama, maupun disiplin ilmu yang berbeda. Rasa kebersamaan berada dalam satu perahu yang sama adalah perekat silaturahmi sesama tenaga pendidikan.
Selanjutnya, dalam kompetensi kepribadian, hal ini adalah salah satu contoh yang harus diaplikasikan guru ketika mereka bersama guru lainnya. Kebersamaan, toleran, saling mengingatkan, dan mengapresiasi juga termasuk sikap- sikap guru dalam menghargai teman sejawat. Ada satu istilah yang cocok untuk hal ini adalah" Bersama Kita Kuat" Motto ini akhir- akhir ini sudah mulai menjauh dari kehidupan guru. Mungkin karena himpitan ekonomi dan kehidupan para guru membuat mereka lebih berpikir individual dari pada kelompok. Faktor ekonomi kadang guru harus mencari pendapatan sampingan selain sekolah telah membuat jurang di kalangan penebar virus -virus kebaikan. Sebenarnya itu alasan klasik yang harus dibersihkan dari pola pikir para guru hari ini.
Berkaitan dengan hubungan teman sejawat, penulis ingin mengelompokkan tiga hubungan teman sejawat yang kokoh adalah, hubungan kolaborasi dalam menyajikan pengetahuan, kedua hubungan sosial sesama guru, dan yang ketiga hubungan sosial dengan lingkungan tempat tinggal di luar teman sejawat. Hubungan kolaborasi dengan guru sejawat dalam satu disiplin ilmu dapat diwujudkan melalui program kegiatan MGMP, PKG dan Lesson Study. Mengingat MGMP dan PKG bukan hal baru di kalangan guru .
Penulis mencoba mengulas tentang Lesson Study. Program ini telah membesarkan nama Jepang dan Filandia dalam kancah pendidikan dunia. Model ini lebih memfokuskan pada kolaboratif guru guru dalam mengidentifikasi kelemahan belajar peserta didik. Kegiatan yang telah melalaikan peserta didik untuk belajar secara serius juga telah berhasil mengantar negara Finlandia dalam meningkatkan kualitas peserta didik yang berkebutuhan khusus( ABK)
4) Mampu Mengajar
Menurut Nana Sudjana (1989:29) mengajar pada hakikatnya adalah “Suatu proses yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar-mengajar”. Jika dikaitkan dengan mengajar abad 21 adalah suatu proses kreativitas guru dalam meracik materi belajar dari berbagai sumber sehingga menarik minat peserta didik untuk menyelami jauh ke dasar pengetahuan yang dihantarkan.
Mengajar pada abad 21 bukan hanya melakukan kegiatan " Tranformation of Knowledge" akan tetapi bagaimana membimbing, melatih, membina, dan membiasakan peserta didik pada tahap berpikir dengan penalaran tingkat tinggi, mengonstruksi informasi, menganalisis hal hal yang berkaitan dengan materi, mengkreasi dan mencipta berdasarkan konsep yang dipahami. Pemikiran yang perlu ditanamkan pasar peserta didik adalah proses berpikir "di luar kotak" Artinya berpikir yang lepas dari pasungan kebiasaan yang sudah menjadi standar dalam kehidupan belajar. Nah... untuk sampai pada tahap ini guru harus profesional dalam menerapkan pembelajaran, baik yang berhubungan dengan pedagogik dan profesionalisme yang dimiliki. Instrumen evaluasi yang disiapkan harus menantang dan menggairahkan peserta didik dalam belajar.
Pembelajaran yang dilakukan abad 21 adalah merujuk pada pembelajaran yang hot dan menantang peserta didik untuk mengeksplorasi bakat yang dimiliki. Menyiapkan pembelajaran yang hot membutuhkan pengetahuan yang tinggi, sehingga guru benar- benar harus mempunyai potensi yang kuat untuk menjawab tantangan tersebut.
Perlu diketahui bahwa menurut E. Mulyasa ( 2007) ada tujuh kesalahan besar yang dilakukan guru saat ini adalah a) Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran ,b) Menunggu peserta didik berperilaku negatif c) Menggunakan Destruktif Disiplin ,d) Mengabaikan perbedaan peserta didik e) Merasa diri paling pandai, f) diskriminatif, dan g) Memaksa hak peserta didik.
5) Menguasai Teknologi
Merujuk pada gagasan di atas guru abad 21 harus melek teknologi. Teknologi selama ini bukan hanya untuk kepentingan mengajar akan tetapi juga berfungsi untuk kepentingan pribadi. Hal ini mengingat sistem esbed guru yang sudah menggunakan aplikasi modern. Jadi sangat lucu rasanya, jika zaman milineal ini ada guru yang masih gagap teknologi. Pengisian E Raport, Dapodik, dan test UKG adalah wujud nyata guru harus menguasai teknologi dengan cekatan dan tepat sasaran.
Simpulan:
Guru abad 21 adalah guru modern yang sudah ditempa dengan berbagai kelengkapan baik akademik, non akademik, pedagogik dan profesionalisme yang matang. Sebagai penutup dan motivasi " Mari berbenah dalam membangun bangsa lewat tugas mulia ini. Jadikan tugas ini amal ibadah dihari akhirat kelak. Perlakukan peserta didik sebagai subjek pembelajaran, bukan sebagai objek Amin
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal " Aceh Edukasi" Pengurus IGI Wilayah Aceh Divisi Literasi, dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar