Surga di Ujung Jari
sastrapuna.com - Muklis Puna
sebatang lisong lemah gemulai
terhimpit antara dua jari
berdesis saat api mengunyah
berdesis saat api mengunyah
serbuk dalam gulungan
awan beracun mengepul di ujung sumbu
jemari menguning dikulum madat
jiwa melayang seolah pamit pada jasad
awan beracun mengepul di ujung sumbu
jemari menguning dikulum madat
jiwa melayang seolah pamit pada jasad
sebatang lisong berasap bertengger di ujung jari
Kabut putih keluar masuk lewat rongga
menukik ke jantung mengabarkan kematian
menari berlari lalu berteduh di belahan kanan
menjemput ajal berlomba dengan malaikat maut
Kabut putih keluar masuk lewat rongga
menukik ke jantung mengabarkan kematian
menari berlari lalu berteduh di belahan kanan
menjemput ajal berlomba dengan malaikat maut
sebatang lisong perusak saraf
naik turun antara jemari dan bulan sabit
diburu para pecandu surga semu
Idola para penikmat semusim
nasibnya dipijak ketika sumbu mulai padam
diburu para pecandu surga semu
Idola para penikmat semusim
nasibnya dipijak ketika sumbu mulai padam
satu letingan racun bagai dukun
dan kemenyan
jutaan jasad kau jemput paksa
jutaan jua kau gantungkan hidupnya
kau bak pisau dua mata mengorok dan menebas
aroma upasmu membuat negeri tak berdaya
jutaan jasad kau jemput paksa
jutaan jua kau gantungkan hidupnya
kau bak pisau dua mata mengorok dan menebas
aroma upasmu membuat negeri tak berdaya
sebungkus kemasan tuba pemutus saraf
beraksi memasang gaya
tumbalmu bertaburan di pangkuan pertiwi
ketika maharmu masuk senayan penikmat syurgamu kelimpungan mencari sokongan
alasan basi bau terasi dihembuskan
agar kau dijadikan tuhan sejengkal
beraksi memasang gaya
tumbalmu bertaburan di pangkuan pertiwi
ketika maharmu masuk senayan penikmat syurgamu kelimpungan mencari sokongan
alasan basi bau terasi dihembuskan
agar kau dijadikan tuhan sejengkal
sejengkal lisong mencengkram ujung jari
membunuh dengan kabut
menikam jantung dengan angin
membakar negeri dengan satu hembusan
menawarkan surga tak punya bidadari
membunuh dengan kabut
menikam jantung dengan angin
membakar negeri dengan satu hembusan
menawarkan surga tak punya bidadari
sejengkal lisong menghiasi saku anak negeri
tak peduli status sosial,
asal rupiah menguap
matanya buta
suatanya bisu
telinganya tuli
tak peduli status sosial,
asal rupiah menguap
matanya buta
suatanya bisu
telinganya tuli
si kaya, si miskin si pintar,
si bodoh orang alim,
orang awan, presiden
dan gelandangan bukan halangan
semua menghamba pada asap secuil
si bodoh orang alim,
orang awan, presiden
dan gelandangan bukan halangan
semua menghamba pada asap secuil
Lhokseumawe, 26 April.2022
Baca Juga: Kepada Perempuan Ku
Tag Puisi
0 Komentar