Senandung Daun di Ujung Waktu
sastrapuna.com - Muklis Puna
Seingatku baru kemarin pagi kau tampak muka,
mengurai kepompong penuh serat yang dianyam rembulan
Kaki kecilmu masih tergores,
ketika kau tendang mulut rahim milik ibu pertiwi
Kini kulihat kau tersesat di keramaian
Menggigau di siang bolong,
lalu melonglong mencari tuanmu
mengurai kepompong penuh serat yang dianyam rembulan
Kaki kecilmu masih tergores,
ketika kau tendang mulut rahim milik ibu pertiwi
Kini kulihat kau tersesat di keramaian
Menggigau di siang bolong,
lalu melonglong mencari tuanmu
Putikmu belum kuncup benar,
namun kau sudah meloncat- loncat mengutuk dahan dan daun
Coba senyapkan kupingmu pada batang- batang menua!
Tatap lekuk tubuh penuh luka!
karena tombak orang iseng yang kesemsem
pada tangisan getah
namun kau sudah meloncat- loncat mengutuk dahan dan daun
Coba senyapkan kupingmu pada batang- batang menua!
Tatap lekuk tubuh penuh luka!
karena tombak orang iseng yang kesemsem
pada tangisan getah
Angin begitu kuat menghepas setiap dahan,
Menerbangkan apa saja yang rapuh
Di hulu subuh,
Menerbangkan apa saja yang rapuh
Di hulu subuh,
daun-daun bersimpuh dalam pelukan embun
Ada sesal pada angin yang menjemput suka
Ada marah yang menggumpal dada,
kenapa ia dipinang angin
Padahal getah masih merekat pada dahan
Burung- burung masih bersenandung lagu
Padahal getah masih merekat pada dahan
Burung- burung masih bersenandung lagu
Entahlah...
Entah pagi terlalu cepat membangunkan matahari
Entah malam sudah bosan melihat bulan.
Entah pagi terlalu cepat membangunkan matahari
Entah malam sudah bosan melihat bulan.
Lhokseumawe, 13 Juni 2022
Baca juga Rindu Antara Mekah, Madinah, dan Serambi Mekah
0 Komentar