Sang Relawan
Oleh: Syarifah Najwa Zain
Sastrapuna. com- Sang Relawan“Teng tong, teng tong, teng tong”.Begitulah bunyi lonceng yang dipukul pada jam 12.00 WIB pertanda sekolah telah usai dan semua murid pulang ke rumah mereka masing masing.
“ Yeeeaaayy, udah boleh pulang , duhh.. gak sabar nih mau cepat cepat pergi main!” seorang anak bernama Helmi bersorak riang gembira menyambut jam pulang sekolah.
“Andi, nanti kita main bola di tempat biasa ya, tapi aku buat pr dulu.” ujar Helmi.“Iya Helmi, aku juga mau buat pr dulu.“ Jawab Andi.
“ Jam berapa kita main?” tanya Andi. “ Jam 2 aja” jawab Helmi.
“Tapi, aku gak ngerti yang nomor 3 dan 7, boleh gak kamu ajarin aku? nanti aku ke rumahmu ya ..” ujar Helmi sambil memohon pada temannya itu.
“Boleh, boleh kok, aku juga mau tanya soal pr ips yang ibu guru kasih waktu aku gak datang itu lhoh, nanti kamu kasih tau soalnya ya”
“ pasti mah itu” balas Helmi.
Pada siang yang terik itu , Helmi dan Andi pulang bersama menyusuri jalan setapak di pedesaan. Mereka tinggal di pedalaman Jawa Tengah, tepatnya di desa Sukaraja. Desa tersebut sungguh sulit diakses dikarenakan jalan untuk ke desa tersebut jelek dan hancur hancuran, selain itu juga becek serta jauh sekali dari kota. Butuh keandaraan khusus seperti mobil Jeep untuk bisa sampai ke daerah itu. Bahkan listrikpun tak ada di desa tersebut dan desa-desa lain disekitarnya. Kehidupan masyarakat disana masih bertumpu pada hasil alam, kebanyakan penduduknya memilih untuk bercocok tanam, sebagiannya berdagang, dan sisanya menjadi guru di sekolah maupun membuka pengajian sendiri di rumah.
Setelah shalat zhuhur dan makan siang, Helmi ke rumah Andi dengan membawa beberapa buku untuk belajar bersama, ia dapati Andi sedang shalat di dalam rumah dengan pintu tertutup dan jendela terbuka. Ia pun tak langsung mengetuk pintu, melainkan menunggu diluar dengan berdiri membelakangi pintu seperti adab bertamu yang diajarkan Rasulullah SAW.
Setelah Andi selesai salat, Andi melihat Helmi yang telah sedang menunggunya sedari tadi, maka ia langsung bergegas membukakan pintu untuk temannya tersebut.” udah lama nunggu ?” tanya Andi sambil membukakan pintu dan mempersilahkan Helmi masuk.
“gak papa kok“ jawab Helmi. Dan mereka pun langsung memulai belajar.
Rumah Helmi dan Andi tidaklah jauh. Rumah Helmi tepat di belakang rumah Andi. Helmi adalah anak dari sepasang suami istri yang sama sama berprofesi sebagai guru sekolah menengah pertama namun di tempat yang berbeda, sedangkan Andi adalah anak dari seorang pedagang, ibu Andi tidak bekerja.
Sekarang, jam menunjukkan pada pukul 2 siang. Sesuai janji merekapun bermain bola di lapangan tempat mereka biasa bermain. Lagipula, semua pekerjaan rumah merekapun telah siap dikerjakan.
Walau hari telah sore, mereka masih sedang asyik bermain, namun tiba-tiba lewatlah 3 mobil Jeep berwarna putih, hitam dan kuning di depan lapangan tersebut. Sontak, semua anak yang sedang bermain di lapangan melihat ke arah mobil-mobil tersebut dengan tatapan seperti orang yang tak pernah melihat mobil.
Ketiga mobil tersebut tampak kotor dengan banyaknya lumuran bekas becek melumuri setengah body mobil-mobil tersebut.
“Kira-kira itu mobil mau kemana ya Ndi?“
”Entah, gak tau, mending kita sambung main aja lagi“ jawab Andi.
“Main apaan!? Udah maghrib! kita harus siap siap pergi ngaji Andiii” tegas Helmi.
“Eh, iya juga ya, udah mau maghrib, yok lah kita pulang” jawab Andi sambil tertawa kecil.
Sadar, senja mulai temaram,mereka berduapun pulang setelah penat bermain bola seharian, Suara azan maghrib telah berkumandang memnggil orang orang untuk salat. Setelah waktu maghrib usai mereka bergegas pergi mengaji.
Waktu menunjukkan pukul 22.00 WIB, mereka pulang dari tempat pengajian.Sesampainya di rumah , Helmi mendapati selembar surat di atas meja. Ternyata surat itu adalah undangan rapat antara para warga dan kepala desa.
“ Hmm.. kira kira pak kepala desa mau ngumumin apa ya?“ ujar Helmi yang penasaran.
Keesokan harinya, seperti biasa Helmi dibangunkan oleh suara kokokan ayam dan sinar mentari yang menumbus masuk ke kamarnya. Namun, ia terkejut karena ibunya tidak ada di rumah.
“Ayah tentunya sudah pergi kerja, tapi ibu? Kemana ya ibu?” Helmi mengajak otaknya untuk mengingat dan berpikir.
“oh iya!! Kan ibu ke rapat pak kepala desa ya“ Helmi mulai teringat alasan mengapa ibunya tidak ada di rumah pada saat itu.
Sekitar 30 menit kemudian ibu Helmipun pulang.
“Helmii! Udah sarapan nak?” tanya ibu Helmi
“Udah bu, apa isi rapat tadi bu?”
“ Nggak ada, tadi cuma relawan relawan dari Jakarta aja mau kenalan sama orang orang desa kita, mereka akan tinggal disini selama satu bulan, mereka juga katanya mau memberikan edukasi kepada warga desa akan pentingnya rajin baca buku, dan lain lain mama gak inget” jawab ibunya Helmi.
“Oooh, gitu toh rupanya.“ Helmi mengangguk paham.
“ Yaudah bu, kalau gitu Helmi mau olahraga dulu ya, Assamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam.” balas ibu Helmi.
Helmi melangkah keluar sambil melakukan beberapa gerakan pemanasan ringan dan berlari menuju rumah Andi untuk mengajak Andi berolah raga bersama. Karena pada saat itu adalah hari Minggu, jadi, mereka tidak sekolah. Sesampainya di rumah Andi, Andi terlihat seperti sedang bersiap-siap juga untuk berolah raga.Maka, berlarilah mereka bersama mengitari desa dan menikmati segarnya udara pagi desa yang masih sangat asri.
Ketika mereka berlari melewati lapangan, tampak empat orang pria asing yang duduk di padang rumput dekat lapangan sedang berbincang bincang dengan beberapa anak di desa itu. Di padang rumput itu pula tampak terpakir mobil yg berisikan buku yang disusun didalam beberapa kotak kardus. Lantas, Helmi dan Andi pun langsung berlari mendekati mereka yang di padang rumput.
Begitu mereka tiba, mereka langsung disambut oleh empat orang pria asing yang ternyata adalah tim relawan yang ibu Helmi ceritakan tadi.
“ Hallo adik, namanya siapa?” tanya seorang relawan.
“ Iya kak, nama saya Andi dan disebelah saya ini namanya Helmi” jawab Andi
“Oooh, nama kakak Ari Wijayanto, panggil aja kak Ari,kakak yang sedang melayani adik adik yang mau meminjam buku disana namanya kak Juna, yang sedang bercerita disana namanya kak Azhar, dan kakak yang sedang mengajari adik adik kecil disana membaca adalah kak Dimas. Kami ini relawan dari sebuah yayasan cinta membaca dari Jakarta, tugas kami adalah memperkenalkan dan membuat anak anak desa pedalaman cinta membaca” jelas kak Ari.
Andi dan Helmi mengangguk paham sambil tersenyum.“Yuk dik kita membaca bersama, silakan pilih buku bacaannya“ ajak kak Ari. Andi dan Helmi mendekati kak Juna untuk bertanya buku apa saja yang ada di dalam kotak-kotak tersebut dan meminta saran kepadanya.
“ Kak Juna, saya bingung mau baca buku apa, coba deh kakak kasih saran” pinta Helmi. Kak Juna sedang memikirkan buku yang cocok untuk anak kelas 5 sekolah dasar ini. Lalu, karena kebingungan kak Juna pun bertanya kepada Helmi “ Biasanya Helmi baca buku apa?”
“ Selain buku pelajaran, saya gak baca buku apa apa kak, buku pelajaran saya baca ketika ada ujian dan pr saja, soalnya buku pelajaran kami gak menarik, di perpustakaan pun cuma ada buku pelajaran yang sudah lama, sedangkan buku selain buku pelajaran bisa dihitung dengan jari” jawab Helmi.
“ Ooh begitu ya? Contohnya buku selain buku pelajaran yang di perpustakaan itu apa aja dik Helmi?.”
“ Buku tentang bagaimana caranya beternak ayam, buku cara menanam padi, buku cara berkebun, buku buku cara membudidayakan ikan lele, buku cara membudidayakan ikan nila,dan sejenisnya kak.”. Kak Juna tertawa kecil sambil berbisik dalam hati “ Pantesan anak anak disini gak suka baca, orang bukunya bukan buku untuk anak anak, ya gak cocok lah”.
Sambil memberikan satu buku yang cocok untuk Helmi, kak Juna berkata “ yaudah Helmi baca buku ini aja, bukunya bagus, bergambar lagi, dan banyak pesan moral dalam setiap ceritanya”.Helmi menerima buku tersebut dengan girang karena bukunya sangat menarik. Lain halnya dengan Helmi yang sudah mendapatkan buku yang cocok, Andi malah masih bingung menetapkan buku mana yang paling bagus baginya, saat ini di tangannya telah tergenggam tiga buku, ia ingin membaca satu buku dulu karena takut tidak bisa membacanya sampai habis dalam sehari.
Melihat Andi kebingungan kak Juna berkata “ gak apa apa dik Andi, dik Andi boleh pinjam ketiga – tiganya kok, bawa pulang aja”. Seketika raut wajah Andi yang penuh dengan ekspresi kebingungan berubah menjadi raut wajah bahagia dan Andi pun mengucapkan terima kasih kepada kak Juna.
Seharian itu Helmi dan Andi asyik membaca buku di padang rumput bahkan tak ingat untuk kembali ke rumah. Karena khawatir Helmi keluyuran ke tempat yang jauh, ibu Helmi segera mencari keberadaannya, belum lama ia mencari akhirnya ia mendapati anaknya sedang membaca buku bersama anak-anak lain di padang rumput dekat lapangan. Maka, mendekatlah ibu Helmi kesana, sekarang ibu Helmi hanya ingin meminjam beberapa buku di mobil para relawan tersebut.
Ibu Helmi bertanya kepada kak Juna,“ dek, ada buku masakan gak?”. Kak Juna menjawab, “ ada buk”.” Waaahhh, bukunya bagus bagus ya, berwarna dan bergambar semua, wangi lagi” ujar ibu Helmi sambil tersenyum. “ iya buk, silakan dibaca dan dipinjam” balas kak Juna.
Semakin sore semakin banyak warga yang meminjam maupun sekedar membaca di tempat. Ketika senja bersiap-siap untuk temaram, para kakak kakak relawan juga sedang bersiap siap untuk mengemas dan merapikan buku untuk dibaca maupun dipinjam lagi esok hari. Para relawan tersebut menginap di rumah penginapan khusus tamu milik pak kepala desa.
Keesokan harinya, seluruh siswa-siswi berangkat ke sekolah dengan riang gembira karena hari libur mereka kemarin mereka habiskan untuk membaca buku yang belum pernah mereka baca. Semua siswa siswi di kelas Andi dan Helmi sibuk membicarakan isi buku yang mereka baca, semuanya menikmati buku yang mereka baca, mereka ingin sekali cepat-cepat pulang sekolah, kali ini bukan karena ingin bermain, tapi ingin membaca buku di padang rumput seperti kemarin.
Waktu menunjukkan pukul 12.00 WIB, mereka pulang sekolah dengan riang gembira dan bersemangat. Setelah pulang ke rumah untuk makan siang, mereka kembali ke padang rumput untuk membaca buku.
Namun sayangnya, belum genap sebulan para relawan tersebut harus kembali ke Jakarta esok hari karena ada masalah yang tak terhindarkan dan harus diselesaikan bersama. Rasa sedih tentu saja mereka rasakan karena harus kembali secepat ini, padahal mereka ingin melihat adik adik ini lebih haus lagi hasratnya terhadap buku. Para relawan ini ingin membuat desa tersebut menjadi desa yang penduduknya cinta membaca dan tentu saja mereka bertekad untuk memperbaiki jalan di desa tersebut dan membuat desa tersebut mendapatkan akses listrik dan jaringan internet yang setara dengan penduduk yang tinggal di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.
Hari yang tak pernah mereka nantikan pun tiba, mereka harus kembali ke Jakarta, semua warga desa sangat senang mereka datang karena mereka datang membawa kegembiraan bagi warga desa. Ketika para relawan pergi, warga desa memberikan bekal perjalanan yg sangat banyak sebagai bentuk terima kasih, semua anak anak di desa tersebut menyalami para relawan tersebut sebelum mereka pergi dan meminta mereka untuk datang kembali.Hari hari Andi dan Helmi berasa hampa tanpa membaca buku, begitu pula dengan anak anak lainnya, bermain pun tak mampu menghilangkan kebosanan mereka.
Sudah sebulan berlalu, namun tetap juga tak ada kabar dari pak kepala desa bahwa para relawan tersebut akan kembali. Namun mereka tetap menunggu, sampailah harinya para relawan kembali, ternyata para relawan tersebut sengaja tidak memberitahukan pak kepala desa supaya menjadi kejutan.
Namun, kali ini para relawan tersebut tidak sendiri, mereka datang bersama para tukang kerja bangunan dan petugas yang bertugas untuk memasang listrik. Para warga sungguh senang bukan kepalang, di desa mereka akan dibangun perpustakaan desa, rumah sakit, akses jaringan internet dan listrik pun ikut dipasang.Ternyata, kepulangan mereka ke Jakarta adalah untuk melaporkan ke yayasan dan pemerintah terkait segala hal yang harus diperbaiki dan ditambah di desa tersebut.
Enam bulan kemudian, desa tempat Andi dan Helmi tinggal sudah maju, semua yang warga setempat butuhkan tersedia dengan gratis, selain itu telah akan dibangun pula perumahan-perumahan tak jauh dari desa tersebut, dan kebiasaan para warga pun bertambah satu yaitu membaca, warga kampung tersebut mendadak seperti penduduk negara Jepang yang kemana mana membawa buku dan setiap hari membaca. Sungguh tak bisa dibalas dengan apapun jasa mereka, semua kemajuan ini berkat sang relawan.
Editor: Muklis Puna
Penulis adalah Siswa Kelas' Unggulan SMA Negeri 1 Lhokseumawe
2 Komentar
Bagus sekali, isinya sangat bermanfaat
BalasHapusTerimakasih
BalasHapus