Rumah untuk Callista
Karya : Afifa Humaira
Hari demi
hari ia lalui tanpa sang teman. Callista hanya bisa sendirian tak punya teman.
Dia sangat sedih menjalani hari harinya tanpa seorang teman. Dan Callista pun
merasa bahwa dunia sangat tidak adil padanya.
Rumah yang
seharusnya tempat pulang paling nyaman, namun tak demikian. Callista hanya
menginginkan sedikit perhatian dari ayah dan ibunya. Namun, ia tak pernah
mendapatkan hal tersebut. Ayah dan ibunya sibuk dengan pekerjaannya
"Mengapa
mama dan papa sangat sibuk?" tanya Callista di dalam hati kecilnya.
Di kamar
yang sepi dan sunyi, ia menangis tanpa mengeluarkan suara merasa dunia sangat
tak adil padanya. Ia tak mementingkan perutnya yang lapar meminta makanan.
Callista menangis sampai tertidur.
Satu bulan
sebelum ujian sekolah. Di pagi hari yang cerah, ketika cahaya matahari masuk
menyinari kamar Callista. Callista pun terbangun dari tidurnya dan Callista
beranjak dari tempat tidur untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Seperti biasa
ketika Callista akan berangkat sekolah, ibu dan ayah Callista sudah berangkat
kerja terlebih dahulu. Setiba Callista di sekolah, ia pun memasuki kelasnya.
Bel pulang
pun berbunyi "kriiiiiiiiiiiiiiing". Callista bangun dari tempat
duduknya dan berjalan keluar gerbang sekolah. Callista yang sedang menunggu
jemputan tak sengaja melihat Grace. Tak di sangka ternyata Callista melihat
Grace bersama teman barunya. Callista tak menyangka apa yang sedang ia lihat,
teman yang selama ini selalu ada bersamanya kini sudah memiliki teman baru.
Jemputan Callista tiba, Callista pulang dengan rasa amat sedih.
Kini
Callista hanya seorang diri, tak punya teman dan tak punya tempat bercerita
lagi. Rumah yang sudah sangat nyaman kini telah pergi.
Beberapa
hari kemudian Callista mendapatkan tugas dari sang guru. Callista harus mencari
bahan tugas ke perpustakaan kota. Setiba Callista di perpustakaan kota,
Callista pun langsung mencari bahan tugasnya. Namun, Callista kesusahan saat
mencari materi pelajarannya. Callista pun kembali mengingat bahwa Grace lah
yang selalu membantunya ketika ia kesusahan mencari materi. Disaat itulah
Callista merasa Sangat kehilangan Grace.
Setelah
hubungan Callista dan Grace renggang. Di pagi yang cerah, Grace pun terbangun
dari tidurnya dan langsung bersiap-siap untuk sekolah. Grace yang mudah
berteman dengan siapa saja pun kini sudah mendapatkan teman baru. Setiba Grace
di sekolah, ia langsung menemui teman barunya.
Malam pun
tiba, Grace dan teman barunya pergi menonton konser tersebut. Konsernya sangat
seru, hingga Grace lupa waktu. Malam mulai sunyi dan sangat gelap. Mereka
pulang melewati jalan yang sangat sepi dan sunyi. Setiba Grace di rumah, ibu
Grace sangat marah padanya karena pulang hingga larut malam.
"Kemana
saja kamu?" tanya ibu grace
"Aku
menonton konser ma" jawab Grace.
"Semenjak
kamu mempunyai teman baru, kamu selalu pergi dan lupa waktu" kata ibu
Grace sambil emosi.
Grace
terdiam mendengar ucapan ibunya.
"Lebih
baik kamu tidak berteman dengannya" ucap sang ibu. Namun grace tak peduli,
ia tetap berteman dengan temannya itu.
Tak peduli
dengan perkataan sang ibu, Grace tetap menuruti kata temannya itu. Grace sering
keluar hingga lupa waktu. Grace juga sering di marahin dengan ibunya. Grace pun
mulai berpikir bahwa ia kini telah berubah. Grace sering keluar hingga larut
malam, dan tak peduli dengan perkataan ibunya yang mengkhawatirkannya.
Grace pun
mengingat kembali teman lamanya yaitu Callista. Callista yang selalu ada
untuknya dan selalu mengkhawatirkannya.
Hati
kecilnya berkata "aku merindukan teman lama ku".
Hari demi
hari berlalu kini Callista benar-benar lelah dengan kehidupan nya tanpa orang
tersayang di sampingnya. Callista yang sudah merasa sangat muak dengan
kesendiriannya, ia memberanikan diri untuk bercerita tentang kehidupan yang ia
hadapi. Callista bercerita kepada tantenya bahwa ia merasa kesepian dengan
kehidupannya. Callista bercerita ayah dan ibunya tak pernah peduli akan
kehidupannya.
"Ayah
dan ibu selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tak ada yang peduli dengan
ku" ucap Callista kepada tantenya. Callista juga bercerita tentang
temannya yaitu Grace.
Ia
mengatakan "teman yang selalu ada untuk ku kini sudah pergi, aku
benar-benar kesepian sendiri"
Sang tante
yang mendengar semua cerita Callista pun bertanya "apa kamu mau pergi jauh
dan tinggal dengan tante?"
Tanpa
berpikir lama Callista menyetujui ajakan sang tante.
Callista
meminta izin dengan ayah dan ibunya untuk pindah dan tinggal bersama tantenya.
Pada awalnya
ayah dan ibunya tak mengizinkan, namun Callista tetap kekeh ingin pergi
"apa
alasan mama dan papa tidak mengizinkan Callista pergi? sedangkan kalian saja
kurang memperhatikan Calista kalian selalu saja lebih mementingkan
pekerjaan" kata Callista sambil menangis.
Perkataan
Callista tersebut membuat ayah dan ibunya tersadar. Mereka sadar bahwa selama
ini mereka tak pernah ada ketika Callista sangat membutuhkan mereka.
"Maafkan
mama Callista, maaf karena tidak pernah ada di saat kamu butuh mama" kata
sang ibu sambil menangis.
Lalu ayahnya
pun mengatakan hal yang sama. Mereka sangat menyesal dengan sikap mereka selama
ini. Dan mengizinkan Callista tinggal bersama tantenya.
"Pergilah
jika itu membuatmu bahagia, kami tidak akan melarang lagi selama kamu
bahagia" kata sang ayah
Callista
menjawab "terimakasih ma, pa karena telah mengizinkan ku untuk tinggal
bersama tante"
Hari ujian
akhir semester pun tiba. Murid-murid di sekolah mengikuti ujian seperti biasa.
Hari demi hari pun berlalu, hingga tak terasa ujian telah selesai, seluruh
murid di sekolah senang karena akan libur semester.
Ketika Grace
sedang menunggu jemputan, Grace tak sengaja mendengar perkataan orang sekitar
bahwa Callista akan pindah sekolah. Pada awalnya Grace tak percaya dengan
perkataan mereka.
Namun ketika
jemputan Grace tiba, ia mulai percaya dengan perkataan mereka. Grace pun menuju
rumah Callista, memanggil dan mengetuk pintu. Namun bukan Callista yang keluar
melainkan ibunya. Ibu Callista yang melihat raut wajah Grace yang sangat
khawatir pum bertanya "ada apa?? Kamu mencari siapa??"
Grace pun
bertanya kepada ibu Callista "apa ada Callista? Aku mau bertemu
dengannya"
"Callista
baru saja ke bandara, dia akan pergi ke luar kota dan tinggal bersama
tantenya" jawab ibu Callista.
Tanpa
mengatakan sepatah dua kata, Grace langsing menuju ke bandara dan berharap
teman lamanya masih berada di bandara. Setiba Grace di bandara, ia lari ke sana
kemari mencari temannya.
Setelah
berlarian, Grace bertemu Callista. Mereka saling bertatapan. Callista
kebingungan dengan keberadaan Grace. Grace pun berlari ke Callista. Grace
meminta maaf kepada Callista karena telah meninggalkannya tanpa alasan yang
jelas. Merekapun berpelukan, dua teman yang saling menyayangi dan saling merasa
kehilangan ketika berpisah kini bertemu kembali.
Pelukan
hangat dua sahabat yang saling merindukan. Tanpa sadar tetesan air mengalir di
pipi Callista dan Grace. Mereka menangis tersedu-sedu dan saling mengatakan
maaf. Tante Callista yang melihat hal tersebut pun ikut menangis.Namun tak bisa
di hindari, Callista tetap akan pergi bersama tantenya.
Tak lama
pesawat Callista harus segera berangkat. Setelah sekian lama Grace dan Callista
berpisah, mereka harus berpisah lagi demi kebahagiaan masing-masing.
Grace
berpesan kepada Callista "hiduplah dengan bahagia di sana, carilah teman
yang bisa menerima kekuranganmu bukan teman yang bisa menghancurkan mu. Jangan
lupain aku ya"
"Kamu
juga harus hidup dengan bahagia, cari teman yang bisa menemanimu ketika hancur.
Jangan lupain aku juga ya" jawab Callista dengan air mata yang mengalir di
pipi.
"Nanti
kita bertemu lagi ketika sudah sukses" ucap grace dan air yang mengalir di
pipinya.
Callista dan
Grace berpelukan untuk terakhir kalinya sebelum berpisah. Callista dan tantenya
pun menuju pesawat. Callista melambaikan tangan kepada Grace, begitupun Grace
melambaikan tangan kepada Callista. Air mata kedua sahabat itu pun tak kunjung
henti. Sahabat yang selama ini saling melengkapi harus berpisah demi
kebahagiaan dan kesuksesan masing-masing.
Pada hari
itu, Callista dan Grace mulai paham arti dari sebuah pertemanan. Terkadang keegoisan
dapat menimbulkan sebuah masalah yang tak diinginkan. Mereka juga mulai paham
bahwa, mereka akan merasa kehilangan ketika mereka saling membutuhkan tapi tak
saling melengkapi.
---END---
Penulis adalah Siswa Kelas X- 9 Unggul SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar