Rumah untuk Callista

Rumah untuk Callista

 

Rumah untuk Callista

Karya : Afifa Humaira

Seperti apakah rasanya hidup menjadi orang yang haus akan kasih sayang? Tanyakan pertanyaan ini padanya. Jika dia bisa berkata-kata maka yakinlah dia akan melancarkan jawabnya. Konon dia lahir tanpa disenangi. Hasil dari sebuah hubungan yang tidak saling mencintai.
Orang yang saat ini disebut "orang tua" bukanlah orang tua yang sebenarnya atau sekedar tempat keluh kesah. Dia hanya penyedia uang dan sama sekali tidak memberikan perhatian kepada anaknya sendiri. Nama anak ini adalah Callista. Walaupun Callista tidak mendapatkan sebuah perhatian dari ayah dan ibunya tetapi Callista adalah orang yang sangat baik, bijaksana, mandiri dan sangat kuat dalam menghadapi masalah.
Dipagi yang cerah, Callista akan berangkat menuju sekolah. Namun ayah dan ibunya sudah berangkat kerja terlebih dahulu. Di sekolah Callista sangat bahagia. Callista mendapatkan teman yang sangat baik dan menerima seluruh kekurangan dia. Teman Callista bernama Grace.

Grace adalah teman yang sangat baik dan sering memberi perhatian kepada Callista. Teman yang selalu ada di saat Callista merasa sendirian dan kesepian. Teman yang sudah seperti rumah ternyaman bagi Callista. Tak hanya Grace yang selalu ada untuk Callista, tetapi Callista juga selalu ada untuk Grace ketika Grace membutuhkannya.
Callista pun tiba di sekolah, setibanya di sekolah ia langsung mencari temannya. Setelah mencarinya Callista menemukan Grace. Mereka pun menuju ruang kelas bersama.

"Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiing" bel istirahat berbunyi. Callista dan Grace sangat senang, bel yang berbunyi itu seperti sebuah kemenangan bagi mereka. Mereka pun menuju kantin bersama. Membeli dua porsi nasi goreng untuk dimakan. Lalu mereka berbincang
"Grace, nanti sore temenin aku ke perpustakaan kota yok!" ajak Callista kepada Grace.


"Ayok" Grace menyetujui ajakan Callista.
Callista juga bercerita tentang rumahnya, berbincang-bincang dan sedikit bercurhat kepada temannya. Semuanya berjalan seperti biasa tak ada yang berubah.
Sepulang sekolah Callista bersiap-siap untuk pergi ke perpustakaan kota bersama Grace. Callista menjemput Grace di depan rumah nya, mereka pun menuju perpustakaan itu. Setiba mereka di sana, Callista pun mencari buku yang ia perlu. Namun Callista kesusahan mencari buku tersebut. Lalu Grace membantunya mencari buku yang diinginkan temannya. Tak lama Grace menemukan buku yang Callista inginkan. Dan Callista meminjam buku tersebut.
Mereka pun pergi dari perpustakaan tersebut. Karena Callista tau Grace mempunyai ibu yang mengkhawatirkannya, tanpa berpikir panjang Callista pun mengantarkan Grace pulang.
Ke esokan harinya mereka bersekolah seperti biasa. Dan ketika bel berbunyi Callista dan Grace menuju kantin seperti biasa dihari sebelum-balumnya. Mereka memesan dua porsi nasi, lalu mulai berbincang. Dan lagi-lagi Callista bercerita tentang masalah rumahnya.
Dihari itu, entah kenapa Grace merasa jengkel dengan cerita Callista yang selalu curhat masalah rumahnya. Lalu grace berkata dan sedikit menaikan nada suaranya"APAKAH HANYA KAMU YANG MEMILIKI MASALAH? AKU JUGA MEMILIKI MASALAH DIRUMAH. AKU MUAK MENDENGAR CERITAMU". Callista hanya terdiam mendengar perkataan temanya itu. Lalu Grace pergi meninggalkan Callista sendirian. Callista diam terpaku dan dilanda kebingungan.
Sepulang sekolah Grace masih menjauh dari Callista. Callista pulang dengan rasa sedih. Setiba Callista di kamarnya, ia pun menangis. Callista berpikir teman yang selalu ada untuknya mengapa tiba-tiba berkata seperri itu. Callista berpikir Grace mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.

Hari demi hari ia lalui tanpa sang teman. Callista hanya bisa sendirian tak punya teman. Dia sangat sedih menjalani hari harinya tanpa seorang teman. Dan Callista pun merasa bahwa dunia sangat tidak adil padanya.

Rumah yang seharusnya tempat pulang paling nyaman, namun tak demikian. Callista hanya menginginkan sedikit perhatian dari ayah dan ibunya. Namun, ia tak pernah mendapatkan hal tersebut. Ayah dan ibunya sibuk dengan pekerjaannya

"Mengapa mama dan papa sangat sibuk?" tanya Callista di dalam hati kecilnya.

Di kamar yang sepi dan sunyi, ia menangis tanpa mengeluarkan suara merasa dunia sangat tak adil padanya. Ia tak mementingkan perutnya yang lapar meminta makanan. Callista menangis sampai tertidur.

Satu bulan sebelum ujian sekolah. Di pagi hari yang cerah, ketika cahaya matahari masuk menyinari kamar Callista. Callista pun terbangun dari tidurnya dan Callista beranjak dari tempat tidur untuk bersiap-siap berangkat sekolah. Seperti biasa ketika Callista akan berangkat sekolah, ibu dan ayah Callista sudah berangkat kerja terlebih dahulu. Setiba Callista di sekolah, ia pun memasuki kelasnya.

Bel pulang pun berbunyi "kriiiiiiiiiiiiiiing". Callista bangun dari tempat duduknya dan berjalan keluar gerbang sekolah. Callista yang sedang menunggu jemputan tak sengaja melihat Grace. Tak di sangka ternyata Callista melihat Grace bersama teman barunya. Callista tak menyangka apa yang sedang ia lihat, teman yang selama ini selalu ada bersamanya kini sudah memiliki teman baru. Jemputan Callista tiba, Callista pulang dengan rasa amat sedih.

Kini Callista hanya seorang diri, tak punya teman dan tak punya tempat bercerita lagi. Rumah yang sudah sangat nyaman kini telah pergi.

Beberapa hari kemudian Callista mendapatkan tugas dari sang guru. Callista harus mencari bahan tugas ke perpustakaan kota. Setiba Callista di perpustakaan kota, Callista pun langsung mencari bahan tugasnya. Namun, Callista kesusahan saat mencari materi pelajarannya. Callista pun kembali mengingat bahwa Grace lah yang selalu membantunya ketika ia kesusahan mencari materi. Disaat itulah Callista merasa Sangat kehilangan Grace.

Setelah hubungan Callista dan Grace renggang. Di pagi yang cerah, Grace pun terbangun dari tidurnya dan langsung bersiap-siap untuk sekolah. Grace yang mudah berteman dengan siapa saja pun kini sudah mendapatkan teman baru. Setiba Grace di sekolah, ia langsung menemui teman barunya.

Malam pun tiba, Grace dan teman barunya pergi menonton konser tersebut. Konsernya sangat seru, hingga Grace lupa waktu. Malam mulai sunyi dan sangat gelap. Mereka pulang melewati jalan yang sangat sepi dan sunyi. Setiba Grace di rumah, ibu Grace sangat marah padanya karena pulang hingga larut malam.

"Kemana saja kamu?" tanya ibu grace

"Aku menonton konser ma" jawab Grace.

"Semenjak kamu mempunyai teman baru, kamu selalu pergi dan lupa waktu" kata ibu Grace sambil emosi.

Grace terdiam mendengar ucapan ibunya.

"Lebih baik kamu tidak berteman dengannya" ucap sang ibu. Namun grace tak peduli, ia tetap berteman dengan temannya itu.

Tak peduli dengan perkataan sang ibu, Grace tetap menuruti kata temannya itu. Grace sering keluar hingga lupa waktu. Grace juga sering di marahin dengan ibunya. Grace pun mulai berpikir bahwa ia kini telah berubah. Grace sering keluar hingga larut malam, dan tak peduli dengan perkataan ibunya yang mengkhawatirkannya.

Grace pun mengingat kembali teman lamanya yaitu Callista. Callista yang selalu ada untuknya dan selalu mengkhawatirkannya.

Hati kecilnya berkata "aku merindukan teman lama ku".

Hari demi hari berlalu kini Callista benar-benar lelah dengan kehidupan nya tanpa orang tersayang di sampingnya. Callista yang sudah merasa sangat muak dengan kesendiriannya, ia memberanikan diri untuk bercerita tentang kehidupan yang ia hadapi. Callista bercerita kepada tantenya bahwa ia merasa kesepian dengan kehidupannya. Callista bercerita ayah dan ibunya tak pernah peduli akan kehidupannya.

"Ayah dan ibu selalu sibuk dengan pekerjaan masing-masing, tak ada yang peduli dengan ku" ucap Callista kepada tantenya. Callista juga bercerita tentang temannya yaitu Grace.

Ia mengatakan "teman yang selalu ada untuk ku kini sudah pergi, aku benar-benar kesepian sendiri"

Sang tante yang mendengar semua cerita Callista pun bertanya "apa kamu mau pergi jauh dan tinggal dengan tante?"

Tanpa berpikir lama Callista menyetujui ajakan sang tante.

Callista meminta izin dengan ayah dan ibunya untuk pindah dan tinggal bersama tantenya.

Pada awalnya ayah dan ibunya tak mengizinkan, namun Callista tetap kekeh ingin pergi

"apa alasan mama dan papa tidak mengizinkan Callista pergi? sedangkan kalian saja kurang memperhatikan Calista kalian selalu saja lebih mementingkan pekerjaan" kata Callista sambil menangis.

Perkataan Callista tersebut membuat ayah dan ibunya tersadar. Mereka sadar bahwa selama ini mereka tak pernah ada ketika Callista sangat membutuhkan mereka.

"Maafkan mama Callista, maaf karena tidak pernah ada di saat kamu butuh mama" kata sang ibu sambil menangis.

Lalu ayahnya pun mengatakan hal yang sama. Mereka sangat menyesal dengan sikap mereka selama ini. Dan mengizinkan Callista tinggal bersama tantenya.

"Pergilah jika itu membuatmu bahagia, kami tidak akan melarang lagi selama kamu bahagia" kata sang ayah

Callista menjawab "terimakasih ma, pa karena telah mengizinkan ku untuk tinggal bersama tante"

Hari ujian akhir semester pun tiba. Murid-murid di sekolah mengikuti ujian seperti biasa. Hari demi hari pun berlalu, hingga tak terasa ujian telah selesai, seluruh murid di sekolah senang karena akan libur semester.

Ketika Grace sedang menunggu jemputan, Grace tak sengaja mendengar perkataan orang sekitar bahwa Callista akan pindah sekolah. Pada awalnya Grace tak percaya dengan perkataan mereka.

Namun ketika jemputan Grace tiba, ia mulai percaya dengan perkataan mereka. Grace pun menuju rumah Callista, memanggil dan mengetuk pintu. Namun bukan Callista yang keluar melainkan ibunya. Ibu Callista yang melihat raut wajah Grace yang sangat khawatir pum bertanya "ada apa?? Kamu mencari siapa??"

Grace pun bertanya kepada ibu Callista "apa ada Callista? Aku mau bertemu dengannya"

"Callista baru saja ke bandara, dia akan pergi ke luar kota dan tinggal bersama tantenya" jawab ibu Callista.

Tanpa mengatakan sepatah dua kata, Grace langsing menuju ke bandara dan berharap teman lamanya masih berada di bandara. Setiba Grace di bandara, ia lari ke sana kemari mencari temannya.

Setelah berlarian, Grace bertemu Callista. Mereka saling bertatapan. Callista kebingungan dengan keberadaan Grace. Grace pun berlari ke Callista. Grace meminta maaf kepada Callista karena telah meninggalkannya tanpa alasan yang jelas. Merekapun berpelukan, dua teman yang saling menyayangi dan saling merasa kehilangan ketika berpisah kini bertemu kembali.

Pelukan hangat dua sahabat yang saling merindukan. Tanpa sadar tetesan air mengalir di pipi Callista dan Grace. Mereka menangis tersedu-sedu dan saling mengatakan maaf. Tante Callista yang melihat hal tersebut pun ikut menangis.Namun tak bisa di hindari, Callista tetap akan pergi bersama tantenya.

Tak lama pesawat Callista harus segera berangkat. Setelah sekian lama Grace dan Callista berpisah, mereka harus berpisah lagi demi kebahagiaan masing-masing.

Grace berpesan kepada Callista "hiduplah dengan bahagia di sana, carilah teman yang bisa menerima kekuranganmu bukan teman yang bisa menghancurkan mu. Jangan lupain aku ya"

"Kamu juga harus hidup dengan bahagia, cari teman yang bisa menemanimu ketika hancur. Jangan lupain aku juga ya" jawab Callista dengan air mata yang mengalir di pipi.

"Nanti kita bertemu lagi ketika sudah sukses" ucap grace dan air yang mengalir di pipinya.

Callista dan Grace berpelukan untuk terakhir kalinya sebelum berpisah. Callista dan tantenya pun menuju pesawat. Callista melambaikan tangan kepada Grace, begitupun Grace melambaikan tangan kepada Callista. Air mata kedua sahabat itu pun tak kunjung henti. Sahabat yang selama ini saling melengkapi harus berpisah demi kebahagiaan dan kesuksesan masing-masing.

Pada hari itu, Callista dan Grace mulai paham arti dari sebuah pertemanan. Terkadang keegoisan dapat menimbulkan sebuah masalah yang tak diinginkan. Mereka juga mulai paham bahwa, mereka akan merasa kehilangan ketika mereka saling membutuhkan tapi tak saling melengkapi.

---END---

 

Penulis adalah Siswa Kelas X- 9 Unggul SMA Negeri 1 Lhokseumawe 

 

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar