Oleh : Barda Shafia
Aktivitas penggunaan media sosial banyak didominasi oleh kalangan remaja. Kecanduan media sosial dapat memengaruhi otak dengan cara yang berbahaya. Pengidapnya akan menggunakan media sosial secara kompulsif dan berlebihan. Mereka asik menggulir postingan, gambar, dan video hingga mengganggu aktivitas lain dalam hidupnya.
Penyebab utama dari kecanduan media sosial adalah peningkatan dopamin otak yang memberikan efek kesenangan setelah menggunakan media sosial. Akhirnya, otak mengidentifikasi aktivitas ini sebagai aktivitas bermanfaat dan menyenangkan yang harus diulangi lagi.
Secara mental penggunaan media sosial berlebihan dapat membuat para remaja semakin kecanduan hingga memberi dampak negatif bagi kesehatan mental. Dampak negatif tersebut bisa saja depresi, kecemasan, dan OCD (Obsesive Compulsive Disorder). Hal tersebut dikarenakan sebagian remaja tidak mampu mengontrol perilaku berulang untuk mengakses medsos dan seterusnya.
Kecanduan dalam penggunaan media sosial tidak terjadi jika remaja tidak terlalu sering menggunakan media sosial yang akan menyebabkan kecanduan, sehingga remaja harus tau bahwa penggunaan media sosial itu harus terkontrol, bahkan dalam penggunaan media sosial mereka harus bijak.
Berada pada era digital dan serba canggih seperti ini, media sosial menjadi hal yang tidak asing lagi. Sebagian besar orang menggunakan aplikasi media sosial untuk melakukan banyak hal. Sayangnya, jika tidak membatasi penggunaannya, akan berisiko mengalami kecanduan media sosial.
Apalagi berhubungan dengan postingan di media sosial yang mungkin ada hal negatif seperti komentar negatif yang akan membuat seseorang kepikiran akan hal tersebut hingga terganggu lah mental si remaja tersebut.
Jika sudah terjadinya gangguan mental akibat candu dalam penggunaan media sosial maka si remaja tersebut harus melakukan terapi psikolog. Sebenarnya, media sosial bisa menjadi platform yang positif apabila dimanfaatkan secara bijak dan tidak berlebihan, misalnya untuk mencari informasi, menjalin relasi, berkarya, dan lain sebagainya.
Maksud platform positif dalam kutipan diatas adalah menggunakan media sosial untuk hal-hal positif. Seperti menggunakan media sosial sebagai media untuk menyalurkan bakat, berbagi permikiran bahkan ide-ide yang mau disalurkan bisa disalurkan dalam media sosial bahkan hal itu bisa menjadi motivasi untuk orang lain, tapi bukan maksud menyalurkan hal-hal yang negatif atau komentar” buruk untuk orang lain.
Jadi remaja sebaiknya bisa mengontrol dengan membatasi dalam pemakaian media sosial, agar tidak berdampak negatif bagi kesehatan mental remaja. Dampak kecanduan dalam menggunakan sosial media bagi kesehatan mental para remaja, yaitu :
1. Cemas yang Berlebihan
Penggunaan media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja. Namun, di balik keterhubungannya yang luas, terdapat dampak yang negatif terhadap kesehatan mental mereka. Bila tidak menggunakannya secara bijak, media sosial dapat meningkatkan risiko cemas dan rendah diri.
Kecemasan yang muncul dalam penggunaan media disebabkan karna adanya hal negatif yang muncul di media sosial. Terkadang mereka juga memposting tentang diri mereka, apa yang remaja bagikan tentang diri mereka sendiri di media sosial juga penting.
Di usia remaja, membuat pilihan impulsif sebelum memikirkannya secara matang adalah hal yang wajar terjadi. Jadi, saat mereka marah atau kesal, mereka mungkin akan mengunggah hal yang membuatnya menyesal di kemudian hari. Hal ini dikenal dengan istilah stress posting.
Beberapa konten terkadang memicu munculnya komentar kebencian (hate comment), bahkan mengarah pada cyberbullying. Pada akhirnya, hal tersebut dapat meningkatkan risiko gangguan cemas atau depresi pada remaja.
Media sosial menyediakan media daring yang memungkinkan pengguna untuk menambahkan “teman” ke jaringan yang sama dan berbagi perasaan pribadi, foto, dll., dengan “teman-teman” nya. Penggunaan media sosial membuat perbandingan sosial lebih mudah di kalangan dewasa muda, yang mengarah pada kesehatan mental yang buruk dan ketidakpuasan hidup. Beberapa penelitian telah menemukan bahwa penggunaan media sosial dapat memicu kecemasan sosial pada individu.
Sebuah penelitian yang dilakukan di Kolkata menemukan bahwa situs jejaring sosial (SNS) dan ketergantungan pada mereka memiliki hubungan yang signifikan dengan kecemasan dan depresi di kalangan mahasiswa kedokteran. Lebih jauh lagi, menurut sebuah studi Hong Kong, Cina, mahasiswa yang menghabiskan lebih banyak waktu di SNS memiliki masalah depresi dan kecemasan yang lebih parah. Pengguna media sosial dapat mengalami respons stres fisiologis sebagai akibat dari menerima umpan balik negatif dari orang lain, cyberbullying, menjadi lebih sadar akan peristiwa stres yang terjadi dalam kehidupan orang lain, dan merasa tertekan untuk terus memperbarui jejaring sosial. https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/pengaruh-media-sosial-terhadap-kesehatan-mental-remaja, diakses pada 29 Agustus 2024.
Depresi dan kecemasan yang disebabkan oleh penggunaan media sosial. Sebuah sifat khawatir dan takut dengan hal-hal negatif atau konten-konten yang muncul di media sosial dan memicu kebencian untuk orang lain. Pastinya akan timbul kritikan untuk remaja yang memposting konten tersebut. Selanjutnya muncul sifat rasa takut atau cemas yang berlebihan bagi si remaja yang memposting konten tersebut.
Memang terkadang orang senang membagikan tentang diri kita atau mengkritik orang lain di media sosial tapi sebagian remaja tidak tau bahwa hal tersebut menyebabkan kecemasan pada diri orang lain.
2. Insomnia atau Susah Tidur
Akses media sosial dalam waktu yang tak terbatas dapat menyebabkan kecanduan media sosial. Tidak hanya itu, kebiasaan buruk ini juga bisa menyebabkan kamu mengalami sulit tidur atau insomnia. Mereka yang berinteraksi dengan ponsel pintar untuk mengakses media sosial dalam waktu lama juga memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami sulit tidur atau insomnia.
Pemantauan sosial dan tekanan yang dirasakan di media sosial berperan dalam mengganggu tidur anak remaja. Banyak anak remaja terlibat dalam pemantauan sosial di media sosial, seperti memeriksa jumlah like, komentar, atau jumlah teman di akun sosial media.
Dikatakan sebagai sebuah media online, para penggunanya (user) melalui aplikasi berbasis internet dapat berbagi, berpartisipasi, dan menciptakan konten berupa blog, wiki, forum, jejaring sosial, dan ruang dunia virtual yang disokong oleh teknologi multimedia yang kian canggih.
Ketidakpuasan terhadap popularitas atau perbandingan diri dengan orang lain di media sosial dapat menyebabkan stres dan kecemasan, yang dapat mempengaruhi pola tidur.
Sebenarnya, apa hubungan antara kecanduan media sosial dengan gangguan sulit tidur? Ponsel pintar yang kamu pakai untuk mengakses sosial media ternyata akan memancarkan cahaya berwarna biru atau blue light.
Cahaya biru ini akan menghambat tubuh merilis hormon melatonin untuk memicu rasa kantuk. Akibatnya, ritme sirkadian yang mengatur sinyal kapan harus tidur dan bangun jadi terganggu. Sebab, cahaya tersebut akan membuat kamu tetap fokus dan produktif. Tidak jadi soal apabila kamu memanfaatkan hal ini ketika siang hari.
Pasalnya, cahaya biru dari ponsel memang tidak baik untuk kondisi malam hari, terlebih menjelang tidur. Paparan cahaya tersebut secara tidak langsung menjadi sinyal informasi bahwa tubuh masih harus terjaga, bukan beristirahat. Sementara itu, otak akan membuat hormon melatonin ketika kadar cahaya alami mengalami penurunan menjelang jam tidur.
Hormon ini akan mengakibatkan penurunan pada kadar kewaspadaan tubuh. Selanjutnya, ini menjadi sinyal untuk tubuh segera beristirahat dan tidur. Sayangnya, cahaya biru dari ponsel pintar justru membuat tubuh mengira bahwa hari masih siang, sehingga tidak seharusnya kamu beristirahat. Tanpa adanya melatonin, tubuh akan menunda untuk beristirahat, tetap waspada, dalam kondisi terjaga, dan berada pada keadaan gairah kognitif. Jadi, inilah sebabnya kecanduan media sosial bisa memicu gangguan tidur atau insomnia. https://www.halodoc.com/artikel/kecanduan-media-sosial-dapat-sebabkan-insomnia#:~:text=Tanpa%20adanya%20melatonin%2C%20tubuh%20akan,memicu%20gangguan%20tidur%20atau%20insomnia, diakses pada 08 Mei 2024.
Maksud dari kutipan tersebut, jika remaja terlalu kecanduan terhadap penggunaan media sosial maka ia akan lupa akan waktu karna paparan sinar yang dari gatget tersebut membuat mata susah untuk tidur karna terlalu asik dengan media sosial. Sinar tersebut membuat kitaengira bahwa waktu masih disiang hari, hingga kita menunda waktu beristirahat.
3. Menciptakan Stres dan Depresi
Aktivitas di media sosial ternyata bisa menjadi salah satu pemicu stres hingga depresi pada remaja. Melalu media sosial para remaja memperoleh akses terhadap berbagai macam informasi tanpa menyaring informasi tersebut, Keberadaan informasi ini justru dapat memberikan dampak buruk pada kondisi psikologis remaja yang membuat remaja tertekan dan hal itu yang menyebabkan stres.
Terkadang kecanduan media sosial dapat menyebabkan remaja stres posting yang membuat remaja yang marah atau kesal mungkin akan mengunggah hal yang membuatnya menyesal di kemudian hari dan menciptakan depresi yang berlebihan.
Penggunaan media sosial dapat memengaruhi aktivitas fisik mulai dari kurang tidur, konsentrasi yang terganggu, sampa dengan depresi akibat tekanan ataupun bullying.
Dilansir dari Psychology Today, membatasi penggunaan media sosial kurang dari 30 menit sehari dapat membantu meningkatkan mood lebih positif. Journal of Social and Clinical Psychology juga menyatakan bahwa salah satu pemicu depresi adalah kebiasaan membandingkan kehidupan sendiri dengan orang lain. Perilaku negatif tersebut dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri dan pada akhirnya memicu depresi. https://www.halodoc.com/artikel/benarkah-media-sosial-bisa-sebabkan-depresi?srsltid=AfmBOor0kzNdoWUnIN5JbzTuqnDJJ_hsdGhrV8l42fHDSG4sbgLPinLV, diakses pada 07 Desember 2020.
Kutipan tersebut menjelaskan bahwa kecanduan penggunaan media sosial dapan menyebabkan seseorang suka membandingkan kehidupan sendiri dengan orang lain dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri dan memicu depresi. Media sosial dapat menciptakan tekanan sosial untuk mengungkapkan informasi pribadi.
4. Merubah Remaja Menjadi Mudah Marah
Remaja yang kecanduan media sosial dapat menjadi lebih mudah marah dan mudah tersinggunng. Ketika seseorang secara otomatis ingin menggunakan media sosial sebagai penghilang mood yang buruk, maka tingkat ketergantungan psikologis pada media sosial meningkat.
Dalam kasus tertentu, kecanduan untuk mendapatkan “like” atau “comment” di media sosial juga dapat mengarah ke perilaku negatif yang berisiko. Bahkan persaingan untuk mendapatkan perhatian dan suka dapat menyebabkan seseorang mudah marah karna tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Dari penelitian mengenai dampak kecanduan penggunaan media sosial terhadap perkembangan emosi pada remaja menunjukkan bahwa media sosial media memiliki pengaruh signifikan terhadap kesehatan mental mereka.
Remaja yang menghabiskan banyak waktu di media sosial cenderung mengalami peningkatan ketidakstabilan emosional. Interaksi di media sosial, seperti perbandingan sosial, cyberbullying, dan tekanan untuk selalu terlihat sempurna, berkontribusi pada perasaan emosi karena tidak puas terhadap diri sendiri.https://jurnal.unived.ac.id/index.php/mude/article/download/4323/3338/, diakses pada 03 Juli 2023.
Maksud dari kutipan diatas bahwa perkembangan emosi seseorang tidak terkontrol juga diakibatkan dari kecanduan penggunaan media sosial yang tidak terkendali.
Oleh sebab itu, solusi yang dapat dilakukan untuk menghilangkan kecanduan terhadap media sosial adalah dengan cara mengatasi kecanduan media sosial, memulai hobi baru yang tidak berkaitan dengan media sosial dan membuat jadwal atau membatasi waktu untuk bermain media sosial, Memperbanyak aktivitas di luar rumah., meletakkan gadget yang jauh dari genggaman. Meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan orang lain. Jika hal itu tidak dapat menghilangkan kecanduan terhadap media sosial, maka lakukan terapi psikolog.
Simpulan:
Nemang terkadang remaja terlalu terobsesi terhadap media sosial. Akan tetapi, seharusnya mereka juga bisa mengoptimalkan dalam penggunaanya. Karena media sosial juga dapat menawarkan dukungan sosial dan sumber informasi yang berguna jika digunakan dengan bijak. Oleh karena itu, penting bagi remaja dan orang tua untuk memahami potensi risiko dan manfaat media sosial, serta menerapkan strategi penggunaan yang sehat dan seimbang untuk meminimalkan dampak negatifnya pada perkembangan mental remaja.
Penulis dari Kelas X.3 dan Tim Jurnalistik SMAN 1 Lhokseumawe
0 Komentar