Oleh; Mukhlis. S..Pd., M.Pd.
Pandangan generasi Z terhadap sastra di sekolah dapat dikatakan bervariasi. Beberapa dari mereka mungkin merasa bahwa sastra adalah sesuatu yang membosankan dan ketinggalan zaman, sementara yang lain mungkin melihatnya sebagai sesuatu yang penting untuk dipelajari dan diapresiasi.
Beberapa alasan mengapa generasi Z mungkin kurang tertarik pada sastra adalah karena kemajuan teknologi yang membuat informasi lebih mudah diakses melalui internet daripada membaca buku-buku sastra.
Selain itu, sastra dianggap sulit dipahami dan dianggap tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka yang penuh dengan media sosial dan hiburan instan.
Namun, tidak semua generasi Z memiliki pandangan negatif terhadap sastra. Beberapa dari mereka mungkin melihat nilai dalam mempelajari karya-karya sastra klasik yang dapat memberi wawasan tentang kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan.
Baca Juga; Memahami, Ciri-ciri, Bentuk dan Jenis Laporan
Selain itu, sastra juga dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berpikir kritis.
Sebagai mahasiswa perguruan tinggi, penting bagi kita untuk tidak menutup mata terhadap nilai sastra di sekolah.
Sastra merupakan bagian penting dari warisan budaya dan intelektual manusia yang perlu dijaga dan dilestarikan.
Melalui pembelajaran sastra, kita dapat memperluas wawasan kita tentang dunia, meningkatkan keterampilan berbahasa, dan mengembangkan kemampuan analisis dan interpretasi.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, guru-guru sastra di sekolah perlu mencari cara-cara untuk membuat pembelajaran sastra lebih menarik dan relevan bagi generasi Z.
Misalnya, dengan mengaitkan karya sastra dengan isu-isu sosial dan budaya yang sedang aktual, menggunakan media dan teknologi yang sesuai, serta memberikan ruang bagi siswa untuk berekspresi dan berdiskusi tentang karya sastra yang dipelajari.
Apa itu Generasi Z
Generasi Z, juga dikenal sebagai Gen Z, adalah kelompok generasi yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Mereka merupakan generasi penerus dari Generasi Y atau Millennials, dan ditandai dengan karakteristik unik yang membedakan mereka dari generasi sebelumnya.
Salah satu karakteristik utama dari Generasi Z adalah digital native. Mereka tumbuh dewasa dalam era teknologi yang pesat, dimana internet dan media sosial telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari.
Generasi Z lebih terbiasa dengan penggunaan teknologi daripada generasi sebelumnya, dan mampu dengan mudah mengakses informasi dan berkomunikasi dengan orang lain melalui platform online.
Baca Juga: Memahami Pola, Jenis, dan Struktur Kalimat dalam Bahasa Indonesia
Generasi Z juga dikenal sebagai generasi yang kreatif dan inovatif. Mereka cenderung lebih terbuka terhadap perbedaan dan keberagaman, serta memiliki ketertarikan yang tinggi dalam hal-hal seperti seni, musik, dan desain.
Mereka juga dikenal sebagai generasi yang gigih dan mandiri, dengan banyak dari mereka memiliki semangat kewirausahaan yang kuat.
Perkembangan Sastra di Tengah Generasi Z
Perkembangan sastra di tengah Generasi Z menjadi topik yang menarik untuk dibahas oleh para penikmat sastra maupun oleh para akademisi. Generasi Z sendiri merupakan generasi yang lahir pada tahun 1995 hingga pertengahan Tahun 2010-an. Mereka tumbuh dewasa di era digital, dimana teknologi internet dan media sosial menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari.
Perkembangan teknologi dan era digital membawa dampak besar bagi perkembangan sastra di kalangan Generasi Z. Mereka lebih cenderung untuk mengakses informasi dan karya sastra melalui platform digital seperti blog, website, dan media sosial. Hal ini membuat karya sastra menjadi lebih mudah diakses dan tersebar luas di kalangan Generasi Z.
Selain itu, Generasi Z juga cenderung lebih kreatif dan inovatif dalam menciptakan karya sastra. Mereka tidak hanya berfokus pada genre sastra konvensional seperti puisi dan cerpen, namun juga menciptakan karya sastra dalam bentuk multimedia seperti video, podcast, dan game interaktif.
Hal ini menjadikan karya sastra Generasi Z lebih beragam dan menarik bagi mereka yang terbiasa dengan konten digital.
Salah satu contoh perkembangan sastra di tengah Generasi Z yang patut dicontoh adalah karya-karya sastra di media sosial seperti Twitter dan Instagram, dan Facebook.
Para penulis muda dari Generasi Z menggunakan platform tersebut untuk membagikan puisi-puisi pendek atau microfiction yang singkat namun memiliki makna mendalam. Karya-karya tersebut seringkali viral dan mendapatkan apresiasi dari para pembaca di seluruh dunia.
Perkembangan sastra di tengah Generasi Z juga tercermin dalam pertumbuhan minat baca di kalangan mereka. Meskipun dianggap sebagai generasi yang lebih suka menghabiskan waktu di dunia maya,
Generasi Z juga terbukti memiliki minat yang tinggi terhadap literatur dan sastra. Mereka aktif dalam diskusi-diskusi sastra di media sosial dan komunitas literasi online.
Dengan perkembangan teknologi dan minat baca yang tinggi, Generasi Z memiliki potensi besar untuk menjadi generasi yang mendorong perkembangan sastra di masa depan.
Mereka memiliki kesempatan untuk menyampaikan pesan-pesan kritis dan reflektif melalui karya sastra mereka, serta menginspirasi generasi-generasi selanjutnya dalam memahami dan mengapresiasi sastra.
Peran Guru Bahasa Indonesia dalam Memotivasi Minat generasi Z terhadap Sastra
Pada era digital saat ini, generasi Z cenderung lebih tertarik pada hal-hal yang bersifat instan, praktis, dan serba cepat.
Hal ini membuat minat terhadap sastra, khususnya sastra Indonesia, semakin menurun di kalangan anak muda.
Namun, peran guru Bahasa Indonesia sangat penting dalam memotivasi generasi Z agar lebih tertarik dan mengapresiasi karya sastra.
Guru Bahasa Indonesia memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya mengajarkan tata bahasa dan kosa kata kepada siswa, tetapi juga mengajak mereka untuk meresapi dan memahami sastra Indonesia.
Dengan pendekatan yang kreatif dan interaktif, guru dapat memperkenalkan berbagai karya sastra Indonesia yang menarik dan relevan dengan kehidupan siswa saat ini.
Selain itu, guru juga dapat menyediakan ruang diskusi dan debat tentang karya sastra yang dibahas di kelas. Dengan adanya diskusi ini, siswa akan merasa lebih terlibat dan tertarik untuk mengekspresikan pendapat dan pemahaman mereka terhadap sastra.
Baca Juga: Paragraf, Jenis, dan Ciri -Ciri Berdasarkan Letak Gagasan Utama
Hal itu akan membangun kepercayaan diri siswa dalam berpendapat dan berargumentasi, serta meningkatkan rasa bangga terhadap budaya dan kekayaan sastra Indonesia.
Tidak hanya itu, guru juga dapat memberikan contoh langsung dalam mengapresiasi karya sastra, seperti dengan mengajak siswa untuk membuat karya sastra sendiri melalui cerpen, puisi, atau esai.
Melalui kegiatan ini, siswa akan merasakan pengalaman langsung dalam menciptakan karya sastra dan menyadari betapa berharganya proses kreatif dalam mengekspresikan ide dan perasaan melalui kata-kata.
Simpulan:
Sastra memberikan kebebasan ekspresi bagi generasi Z untuk mengekspresikan diri mereka, baik dalam bentuk tulisan maupun pembacaan. Sastra juga memberikan ruang untuk merenungkan makna kehidupan, menjelajahi kisah-kisah yang menginspirasi, dan mengeksplorasi imajinasi tanpa batas.
Motivasi generasi Z terhadap sastra juga bisa dilihat dari upaya mereka untuk lebih memahami dan mengapresiasi karya sastra, baik klasik maupun modern.
Generasi Z seringkali menggunakan media sosial untuk berbagi pendapat dan analisis mereka tentang sastra, sehingga menciptakan diskusi yang menarik dan memperluas wawasan sastra bagi mereka sendiri maupun orang lain.
Sastra bukan hanya sekedar hiburan semata, tetapi juga merupakan sarana untuk merenungkan nilai-nilai kehidupan, mengasah kreativitas, dan membuka wawasan tentang dunia. Oleh karena itu, peran sastra dalam menginspirasi dan memotivasi generasi Z harus terus dijaga dan dikembangkan agar kecintaan mereka terhadap sastra tetap terjaga dan berkembang.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar