Sumber: Dreamina.capcut.com
Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Tahun ini merupakan kesekian kalinya penulis diminta untuk mengajar matakuliah Bahasa Indonesia di perguruan tinggi. Pekerjaan ini sudah penulis lakukan sejak 15 tahun berlalu. Hampir semua perguruan tinggi yang dekat dengan lokasi tinggal penulis, penulis selalu menenpatkan diri untuk mengajar matakuliah tersebut.
Sebenarnya, sebelum menjadi guru pengasuh mata pelajaran Bahasa Indonesia pada tingkat SMA, penulis sempat mengajar di pergurauan tinggi swasta di Aceh pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan Program Studi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.
Berbagai matakuliah sudah penulis pelajari dan ajarkan kepada sejumlah mahasaiswa dalam rentang waktu yang panjang. Matakuliah yang penulis asuh banyak berhubungan dengan sastra, pendidikan, dan matakuliah Bahasa Indonesia sebagai pengantar pada fakultas lain yang ada di perguruan tinggi tersebut.
Baca Juga: Literasi Siswa SMK Negeri 3 Lhokseumawe pada Era Milenial
Rasanya agak berlebihan, jika penulis mengatakan bahwa mata kuliah Bahasa Indonesia di perguruan tinggi sudah menyatu dengan penulis. Dalam waktu yang lama dengan jumlah jam tayang tinggi, mengajar matakuliah tersebut membuat penulis semakin optimis.
Sudah menjadi kebiasaan penulis ketika mengajar, apapunn materi yang diajarkan penulis selalu melakukan sebuah skemata terhadap materi yang akan diberikan.
Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman mahasiswa terhadap materi yang akan dipelajari. Jawaban dari skemata yang diberikan mahasiswa akan dijadikan rancangan pembelajaran untuk materi selajutnya.
Kegiatan ini dilakukan untuk penyusunan rencana pembelajaran berkelanjutam. Biasanya, penulis membuka skemata tersebut melalui beberapa pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diberikan lewat komunikasi yang bersahabat.
Seolah-olah pertanyaan yang diberikan tidak bermanfaat terhadap materi pembelajaran. Akan tetapi, hal ini menjadilkan pertanyaan tersebut sebagai blue print pembelajaran pada pertemuan lanjutan.
Adapun pertanyaan yang penulis ajukan adalah mengapa Kalian perlu mempelajari Bahasa Indonesia di perguruan tinggi? Bukankah Kalian mempelajari Bahasa Indonesia sudah 12 tahun sejak dari kelas I s.d kelas XII Sekolah Menengah Atas (SMA)?
Kemudian ada yang selama ini menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu, lalu kenapa lagi harus dipelajari di perguruan tinggi? Ketika pertanyaan tersebut diajukan, banyak mahasiswa yang terdiam , tidak tahu menjawab apa yang mesti dijawab.
Sekilas terlihat mereka diam sambil bertatapan dan merunduk menghidar dari sasaran pertanyaan yang diajukan. Berdasarkan kondisi tersebut penulis menduga ternyata ada yang salah dengan pembelajaran Bahasa Indonesia yang dipelajari mahasiswa, ketika mereka berada pada jenjang wajib belajar selama 12 tahun.
Baca Juga: Antara Harapan dan Kenyataan: Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak
Setelah penulis menggali lebih dalam melalui wawancara dengan beberapa mahasiswa yang mengikuti matakulia tersebut. Ternyata pembelajaran yang dialami sebelumnya lebih dominan pada penguasaan konsep. Setiap hari mereka dicecoki dengan sejumlah pengertian yang ada di buku paket.
Segala bentuk praktik sangat minim dilakukan terutama yang berkaitan dengan keterampilan membaca dan menulis. Lebih lanjut, walaupun kurikulum sudah diatur secara estafet sesuai dengan kebutuhan usia, pola pikir dan pertumbuhan raga. Namun pembelajaran tetap masih berfokus pada penguasaan konsep sebagai pengeathuan utama.
Hal seperti ini dapat dilihat, ketika penulis meminta untuk menemukan satu "Gagasan utama" dalam sebuah paragraf. Para mahasiswa memahami dengan benar mulai dari bentuk, jenis dan isi dari paragaff, berdasarkan letak "gagasan utama." Bahkan yang luar biasa, mereka sudah memiliki trik dan tips untuk menentukan gagasan utama dalam sebuah paragraf tanpa perlu membaca isi paragaraf secara keseluruhan.
Ini sesuatu yang luar biasa dalam sebuah pembelajaran khusnya Bahasa Indonesia. Namun yamg mengherankan, ketika gagasan -gagasan tersebut diminta untuk dituliskan dalam bentuk paragraf secara koheren dan kohesi.
Mereka seperti bebek lumpuh yang hanya bisa bersuiara lantang, namun tak bisa bergerak sedikitpun. Peristiwa seperti ini sudah berlangsung lama dalam kehidupan pembelajaran yang mereka ikuti.
Baca Juga: Antara Harapan dan Kenyataan: Peran Keluarga dalam Pendidikan Anak
Sementara itu , dalam ranah Bahasa Indonesaia terdapat beberapa fungsi yang dimiliki, selain fungsi sebagai bahasa pemersatu dan identitas nasional. Adapun fungsi tersebut sebagai bahasa pengantar pada setiap lembaga pendidikan. Sebagai bahasa pengantar pada satuan pendidikan tentunya telah dalam kurikulum sebagai acuan pembelajaran baik pada tingkat sekolah ataupun perguruan tinggi.
Sepertti yang berkembang selama ini bahwa, setiap fakultas dan jurusan selalu menjadikan Bahasa Indonesia sebagai matakuliah umum yang wajib diikuti oleh setiap mahasiswa dengan bobot SKS yang sudah ditentukan oleh perguruan tinggi. Hal lain yang membuat bahasa Indonesia tidak begitu bergema pada jurusan lain, karena matakuliah ini tidak dipelajari secara detail.
Bahasa Indonesia Dipahami sebagai Alat Komunikasi, Bukan sebagai Ilmu
Setelah dipahami dan ditelusuri lebih jauh melalui beberapa argumen yang didapatkan serta dibantu dengan data dan pengalaman penulis dalam mengajar Bahasa Indonesia di perguruan tinggi. Hal di atas memberikan gambaran bahwa selama ini para mahasiswa menggunakan bahasa Indonesia hanya sebagai alat komunikasi,bukan sebagai ilmu .
Apabila menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi, maka yang berkembang adalah sebuah percakapan dengan berbagai aspek. Inti dari penggunaan tesebut menekankan pada tersampainya sebuah komunikasi atau sebuah informasi kepada sasaran. Dalam konteks percakapan seperti ini terdapat dua komunikasi, yaitu penutur dan mitra tutur.
Setiap komunikasi yang dilakukan antara kedua belah pihak pasti informasi yang disampaikan. Penyampain informasi dapat dilakukan dengan berbagai cara baik dengan mengunakan media lisan ataupun media tulisan . Akan tetapi, secara umum yang digunakan mahasiswa ketika menyampaikan informasi pada temannya atau antar penutur dan mitra tutur selalu menggunakan bahasa lisan .
Kelebihan menggunakan bahasa lisan dalam komunikasi, pada saat kesepahaman tidak memunculkan suatu informasi yang sama, maka hal tersebut dapat dibantu oleh unsur suprasegmental. Unsur- unsur tersebut berupa gerakan mata, gerakan tangan atau gestur yang ditimbulkan oleh bahasa tubuh. Merujuk pada kajian tersebut, ternyata Bahasa Indonesia yang digunakan oleh mahasiswa di perguruan tinggi sebagai bahasa komunikasi sesama,baik dengan mahasiswa, maupun dengan dosen dalam rangka menyampaikan dan memahami sebuah informasi.
Selanjutnya, hal ini bertolak belakang dengan tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia yang ada di perguruan tinggi. Adapun tujuan diajarkan matakuliah Bahasa Indonesia di perguruan tinggi pada berbagai disiplin ilmu,untuk menjadikan setiap mahasiswa mampu menuangkan gagasan secara tepat dan sistematis dalam ragam bahasa.
Dalam ragam tulisan, mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir yang dituangkan dalam gagasan berkualitas. Tata cara yang digunakan dalam menuangkan gagasan dengan menerapkan bahasa Indonesia sebagai ilmu. Berarti yang harus dipelajari dan tetuang dalam silabus perguruan tinggi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan disiplin ilmu bahasa Indonesia dalam banyak aspek dan media.
Hal ini bukan berarti segala jenis tata bahasa yang ada dalam disiplin ilmu bahasa Indonesia harus dikuasai oleh mahasaiswa. Namun yang penting dalam permasalahan tersebut adalah mahasiswa menggunakan disilpin ilmu bahasa Indonesia sebagai bekal dalam menunaikan tugas -tugas lain dalam berbagai pola yang diharapkan.
Bukan hanya pada aspek keilmuan yang perlu dipahami oleh mahasiswa di perguruan tinggi, akan tetapi sikap-sikap kebahasaan yang dimunculkan oleh mahasiswa melalui materi yang sudah dipelajari. Selain itu, sikap-sikap kebahasaan yang dimunculkan sebagai dampak ilmu bahasa Indonesia yang dipelajari di perguruan tinggi akan menjadikan mahasiswa berkarakter dan punya intergritas.
Bahasa Indonesia sebagai Penghela
Selain sebagai ilmu dan alat komunikasi, bahasa Indonesia yang dipelajari di perguruan tinggi juga sebagai penghela. Makna penghela itu sendiri jika dikaitkan dengan matakuliah bahasa Indonesia adalah sebagai penarik ilmu pengetahuan lain . Artinya, semua ilmu yang dipelajari ditulis dan diajarkan dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Seorang mahasiswa akan mudah memahami matakuliah apasaja, apabila Ia memahami bahasa Indonesiak dengan baik dan benar. Kata- kata " Baik" saja tidak akan berarti apa-apa dalam uraian ini , akan tetapi kata- kata "Benar " juga harus dijadikan peroritas. Selanjutnya, semua tugas mahasiswa dalam berbagai matakuliah juga dilaporkan dalam bentuk laporan. Laporan tersebut dituntut sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia.
Sebagai penarik ilmu pengetahuan lain, penguasaan bahasa Indonesia juga dituntut harus dipahami dengan sempurna. Sebagai contoh, mahasiswa diminta untuk melakukan presentasi sebuah proposal terhadap suatu proyek. Apabila pihak pemberi proposal mampu diyakini, maka hasil yang didapat adalah adanya sebuah feedback dalam bentuk finansial.
Lalu, apa kaitannya dengan bahasa Indonesia yang sedang dibahas dalam tulisan ini? Kaitannya adalah apabila mahasiswa tersebut mampu menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik, lancar, efektif, dan sistematis pasti akan memberikan dampak postif terhadap hasil yang diharapkan.
Melalui memahami bahasa Indonesia dengan baik dan benar, ketika bahasa Indonesia berfungsi sebagai penghela. Hal ini akan memberikan segala kemudahan bagi mahasiswa dalam mempelajari berbagai disiplin ilmu, baik pada saat mengkonsumsi maupun memproduksi sebuah ilmu .
Simpulan:
Sebagai bahasa nasional yang telah digunakan oleh 275 juta lebih penduduk Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah menyatukan berbagai suku, ras dan agama dan menjadikan sebagai bahasa persatuan dalam ratusan bahasa dearah. Ternyata bahasa ini masih memegang peranan penting ketika dipelajari di perguruan tinggi.
Sebaikanya pemerintah melalui Menristekdikti melihat kembali pembelajaran bahasa Indonesia di perguruan tinggi. Hal ini dapat berupa penentuan bobot SKS yang harus jadi pertimbangan. Jika hal ini mau ditinjau ulang, maka akan berdampak pada bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan indentitas bangsa di mata dunia lebih berwibawa.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar