Mengembalikan Gairah Non Gadget di Sekolah, Bolehkah?

Mengembalikan Gairah Non Gadget di Sekolah, Bolehkah?

 

                   Sumber: Dokumen  Pribadi 


Oleh: Asraf, S. Pd

Zaman modern dimana Generasi  Z merupakan pemain dominan yang menguasai segala bidang kehidupan, membawa kita pada pada kenyataan bahwa teknologi adalah nadinya generasi Z, teknologi adalah hidupnya mereka tanpa terkecuali. 

Hampir tidak mungkin untuk memisahkan mereka dari teknologi ini, terutama gadget, yang selalu setia menemani setiap langkah Gen Z dalam beraktivitas baik di sekolah, keluarga maupun di lingkungan masyarakat. 

Harus diakui bahwa kenyataan ini memiliki sisi yang sangat menarik untuk ditelusuri dan digeluti, tetapi tentu saja ada sisi berlawanan yang memerlukan perhatian serius dan mulai disadari dunia saat ini sebagai hal yang mengkhawatirkan.

Baca  Juga: Pembelajaran Berbasis Haigher Older Thinking (HOT) pada Era Sekarang, Masih Perlukah?

Secara khusus, peranan gadget di kalangan siswa sekolah bukanlah hal baru. Akan tetapi,  efek yang dihasilkan dari keberadaan teknologi pintar ini membuat seolah-olah pamor guru dan berbagai kegiatan di sekolah menjadi dinomorduakan bahkan diabaikan. 

Kenyataan  menyatakan bahwa berselancar di dunia maya dengan daya tarik segala yang ada di dalamnya tanpa perlu memahami latar belakang dan  tujuan yang sedang ditatap membuat siswa  semakin menikmati dunia ini tanpa perlu mengkuatirkan kenyataan di sekitarnya  Sebaiknya gairah siswa untuk beraktivitas non gadget di sekolah harus menjadi perhatian khusus pihak sekolah.


Mengapa  Siswa Lebih Memilih Gadget daripada Aktifitas Fisik  di Sekolah

Banyak sekali alasan yang membuat Gen Z dalam hal  ini siswa  SMA/SMK sangat menikmati dunia maya. Para remaja ini bisa menikmati segala fatamorgana keindahan dan kenikmatan dunia, berikut dengan motivasi untuk hal yang positif maupun ide paripurna untuk hal hal yang negative, hanya melalui sebuah layar. 

Mereka bisa melupakan permasalahan yang mereka hadapi di lingkungan nyata dengan ikut tertawa menikmati hal yang dialami oleh orang lain tanpa perlu memikirkan dampaknya terhadap diri sendiri maupun orang lain. 

Secara kasat mata hal ini terlihat positif, tetapi kita pada kenyataannya kita sadar bahwa remaja ini pada akhirnya terlatih untuk tidak siap menghadapi permasalahan mereka di dunia nyata.

Begitu juga halnya dengan kegiatan para remaja ini di sekolah. Dalam dunia yang mereka jalani di sekolah, para  siswa  ini lebih terlena dengan segala permainan dan hiburan yang ditawarkan gadget daripada terlibat aktif dalam pembelajran. Sejatinya mereka anggap sebagai hal yang  membosankan walaupun dirancang sedemikian rupa, dengan kata lain siswa  menjadi candu gadget. 

Baca  Juga: Mengulik Sisi Gelap Bahasa Indonesia, Ketika Menjadi Bahasa Dunia

Para  siswa di bawah pengaruh gadget akan  kehilangan semangat untuk berkecimpung di dunia nyata. Satu sisi mereka dijejali dengan berbagai teori keterampilan, akan tetapi di  sisi   lain mereka semakin tidak kreatif dan cenderung rapuh. Segala aktifitas di sekolah menjadi semakin tidak menyenangkan dan berselancar di dunia maya menjadi semakin menggairahkan. 

Kondisi ini  semakin parah apabila sekolah dan  guru tidak mengambil sikap dan kebijakan untuk mengembalikan gairah  siswa kembali  dalam dunia pembelajaran.

Jika pelajar sudah terlalu sering mengunakan gadget, maka akan sulit bagi pelajar tersebut melepaskan kecanduannya. 

Dampak negatif ini memberikan masalah besar dalam proses belajarnya. Nurmalasari & Wulandari, (2018) jika siswa sering menggunakan gadget dengan berlebihan maka akan timbul permasalahan pada proses belajarnya. Hal ini sejalan dengan Saroinsong (2016) yang menyatakan siswa sering menggunakan gadget dapat merugikan keterampilan interpersonalnya. Dampak yang lain yang akan mempengaruhi terhadap tingkat belajar siswa yaitu dari pada belajar menggunakan buku ia lebih memilih mengandalkan gadget. file:///C:/Users/User/Downloads/12515-Article%20Text-37268-1-10-20230228.pdf diakses tanggal 18 Desember 2024.

Kecanduan gadget yang berarti mengandalkan segala sesuatu pada teknologi pintar ini membuat siswa  mencari jati diri dan menggali potensi diri  menjadi semakin tumpul. Setiap aktivitas bahkan topik yang mereka perbincangkan, semuanya pasti berkisar dan bertajuk tentang kejadian di dunia maya. 

Ide-ide brilliant yang sering terlihat dari para remaja ini seringkali bersumber dari gadget yang walaupun positif, tetapi ide murni mereka menjadi hilang tidak terlihat. 

Motivator hidup para remaja saat ini bukanlah orang yang benar -benar memiliki andil dalam hidup,  tetapi lebih kepada orang  yang mereka lihat dan kenal dari dunia maya.  Lebih  parahnya adalah, ketika para remaja ini memiliki masalah yang harus diselesaikan, kiblat mereka juga  orang yang tidak mereka kenal, di dunia maya.

Ketika para remaja ini mengandalkan gadget, mereka tidak perlu bersusah payah mengeluarkan energy untuk berfikir dan bertindak. Tugas -tugas yang diberikan guru menjadi semakin cepat terselesaikan, karena bantuan gadget, walaupun mereka tidak mengembangkan proses berpikir kritis dan kreatif di sana. 

Mereka menggantungkan diri mereka pada jawaban gadget bukan buku, dengan sendirinya hal ini membuat siswa semakin jauh dari dunia literasi, dan situasi menjadi semakin tidak terkendali.

Ketika para guru beranggapan bahwa yang penting siswa mengerjakan tugas mereka daripada tidak sama sekali. Akhirnya, siswa hadir kesekolah hanya dalam bentuk fisik tetapi hati mereka sudah terikat pada dunia gadget.

Baca  Juga: Membaca Jejak Kepenyairan Muklis Puna dalam Antologi Puisi " Lukisan Retak"

Beberapa Program Sekolah yang Miskin Antusias Siswa

Dalam kegiatan kegiatan sekolah, apakah itu kegiatan didalam maupun di luar kelas intrakurikuler kokurikuler maupun ekstrakurikuler. Harus disadari  bahwa  semua kegiatan ini diranjacang  dirancang untuk keaktifan siswa  dalam proses pembelajaran dan hadir seutuhnya  dalam setiap kegiatan 

Menurut Whipple dalam Hamalik (2019), keaktifan belajar peserta didik adalah suatu proses belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional dengan tujuan memperoleh hasil belajar berupa panduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor selama peserta didik berada di kelas.  

Dan Salah satu komponen mendasar yang sangat penting untuk mencapai tujuan proses pembelajaran adalah keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. keaktifan fisik dan mental, seperti berpikir dan bertindak dalam suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan, merupakan suatu keaktifan (Wibowo, 2016). file:///C:/Users/User/Downloads/inovasi,+114-122.pdf diakses tanggal 18 Desember 2024.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran seperti disebutkan diatas, setiap sekolah sudah memiliki agenda rutin yang sejatinya akan menarik minat dan ketertarikan siswa untuk ikut terlibat.

Tetapi faktanya banyak sekali kasus saat ini dimana program tersebut yang khususnya dirancang agar siswa aktif, hanya diramaikan oleh kurang lebih setengah dari populasi sekolah, seperti yang terjadi di sekolah tempat penulis mengabdi. 

Kegiatan yang dimaksud antara lain seperti kegiatan OSIS CUP dan kegiatan perlombaan tahunan dalam rangka memeriahkan hari guru.

Kegiatan OSIS CUP merupakan agenda rutin sekolah yang dilaksanakan di akhir semester ganjil pada sekolah penulis. Program yang lebih menjurus kepada kompetisi antar kelas ini memiliki banyak cabang perlombaan seperti lomba literasi, lomba keagamaan, lomba bidang olahraga dan pentas seni. 

Apabila dilihat dari scenario kegiatan, seharusnya ini merupakan ajang yang ditunggu tunggu peserta didik, karena disini mereka bisa menunjukkan kemampuan dan keterampilan mereka dibidang bidang yang mereka minati, dengan penuh semangat dan keceriaan. 

Tetapi sayang disayang, peserta setiap cabang perlombaan sangat sedikit, bahkan ada yang absen sama sekali. Tidak ada perwakilan kelas walaupun guru sudah memberi motivasi sedemikian rupa.

Samahalnya dengan kegiatan memperingati Hari Guru Indonesia, sekolah selalu merayakannya dengan mengadakan perlombaan- perlombaan menarik untuk diikuti oleh siswa maupun guru. Tetapi lagi-lagi, peminat perlombaan tidak sebanding dengan jumlah siswa di sekolah. 

Kegiatan yang seharusnya sangat menarik ini menjadi sepi peminat. Sepinya peminat ini bukan tidak mungkin terjadi karena faktor gadget yang lebih menguasai alam pikira para siswa.

Ketika itu berhubungan dengan literasi, maka siswa menarik diri tidak memiliki motivasi. Ketika itu berhubungan dengan pentas seni dan olahraga, mereka lebih memilih untuk menjadi penonton daripada pemain. 

Namun yang lebih anehnya lagi adalah menonton pun mereka masih ditemani oleh gadget, dimana porsi perhatian lebih besar tercurah ke gadget daripada permainan yang sedang berjalan. 

Kondisi ini benar benar berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika gadget merupakan barang asing yang hanya dimiliki orang orang tertentu. 

Pada saat itu, acara tahunan memperingati hari guru dan kegiatan perlombaan antar kelas merupakan ajang yang ditunggu tunggu, dengan perayaan kemeriahan sorak sorai luar biasa dari para siswa, tanpa gadget.

Strategi Mengembalikan Minat Beraktivitas Non Gadget 

Mempelajari kenyataan betapa terikatnya perhatian siswa sekolah terhadap gadget, bahkan untuk segala aktifitas fisik yang dirancang sekolah, maka bukan tidak mungkin bahwa daya tarik gadget akan lebih hebat di kemudian hari. 

Tidak akan ada lagi kegiatan -kegiatan seperti OSIS CUP maupun kegiatan serupa lainnya, karena semuanya diambil alih oleh E-activity apabila sekolah dan pihak pihak terkait tidak mengambil tindakan dan upaya penyelamatan.

Sekolah perlu membuat peraturan tegas dan tentunya bekerja sama dengan pihak keluarga siswa atau wali murid untuk menyiasati kesepakatan bersama tentang pembatasan penggunaan gadget di sekolah. 

Sekolah perlu memberlakukan aturan waktu sekolah bebas gadget seperti jam bebas gadget, hari bebas gadget ataupun minggu bebas gadget di sekolah. 

Ketika waktunya tiba sesuai dengan jadwal program, maka aplikasikan aturan tersebut sehingga fokus perhatian siswa akan sepenuhnya tercurah untuk kegiatan nyata dihadapan mereka.

Tentunya aturan ini tidak serta merta akan diterima dengan lapang dada oleh para siswa mengingat bagaimana mereka sudah terikat. 

Dipastikan peran orang tua dalam meyakinkan mereka dan sosialisasi kepada siswa merupakan langkah awal untuk penerapan berkelanjutan. konsistensi mutlak diperlukan.

Di dalam level kelas sendiri dimana wali kelas merupakan pemegang kunci dalam memotivasi siswanya untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan kegiatan fisik sekolah.

Perlu memberlakukan salah satu aspek dari pendekatan dukungan perilaku positif untuk siswa, yaitu menekankan pada pemberian reward baik kepada individu maupun kelompok (keseluruhan kelas). 

Pemberian reward ini bukan penghargaan atas kemenangan tetapi merupakan penghargaan atas inisiatif untuk bersikap aktif. Setelah sebelumnya ada peraturan tegas tentang pembatasan penggunaan HP. 

Didukung dengan pemberian reward terhadap siswa yang mau berpartisipasi aktif pada setiap kegiatan sekolah, maka hampir dapat dipastikan gairah siswa beraktivitas non gadget akan kembali terasah.

Namun tentunya diatas segalanya, untuk menjaga antusias siswa, kegiatan yang ditawarkan sekolah haruslah kegiatan yang benar benar bisa membuat siswa melupakan pesona gadget seperti kegiatan olahraga yang mengedepankan kerjasama tim serta permainan permainan tradisional. 

Selanjutnya sebagai garda terdepan, guru harus selalu memiliki optimisme ditengah pesismisme akan kondisi yang sedikit mengkhawatirkan akibat dari penggunaan gadget yang berlebihan. 

Guru harus selalu memberikan contoh teladan dan menjadi panutan untuk lebih dahulu tidak melibatkan penggunaan gadget saat mengikuti kegiatan kegiatan pada momen momen khusus seperti yang disebutkan diatas.

Simpulan

Teknologi modern memegang peranan penting terhadap kemajuan maupun kemunduran siswa siswi sekolah dewasa ini. Dua mata pisau gadget yang saling berlawanan saling mengikat memungkinkan siswa untuk terbang mengeksplorasi dunia tanpa batas.

Hai ini sekaligus membawa mereka pada keterlenaan dunia maya apabila digunakan secara berlebihan, terutama sekali pada remaja usia sekolah.

Pengaruh gadget pada siswa sekolah sangatlah dahsyat sehingga banyak ditemui kasus saat ini dimana siswa lebih tertarik untuk berselancar didunia maya daripada terlibat aktif dalam kegiatan kegiatan sekolah, bahkan yang sifatnya kegiatan yang melibatkan fisik seperti olahraga dan perlombaan lain. 

Enggannya mereka bergerak sangat berpengaruh terhadap diri mereka sendiri terutama motorik dan juga kemampuan berpikir kritis, serta gairah giat sekolah pada momen momen tertentu seperti pada kegiatan tahunan perlombaan sekolah.

Pihak sekolah dan juga pihak keluarga harus bekerja sama mengatasi kecanduan gadget yang menimpa anak anak usia sekolah saat ini. Sekolah harus memberlakukan aturan khusus untuk membatasi penggunaan gadget agar fokus perhatian para siswa kembali ke dunia nyata dimana beraktifitas. 

Siswa perlu diarahkan lebih intensif untuk berpartisipasi aktif menyukseskan program program sekolah. Dengan sendirinya mereka akan belajar untuk menghadapi masalah di dunia nyata, belajar tentang ketahanan diri, bekerjasama, berkomunikasi dan  pemahaman diri dan orang lain. 

Sekolah harus mempersiapkan program- program yang menantang sekaligus menarik untuk mengembalikan gairah siswa beraktifitas non gadget di sekolah.    

 

Penulis adalah Guru SMK Negeri 3 Lhokseumawe 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar