Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Seperangkat rencana yang memuat sejumlah pembelajaran disusun secara sistematis dan berlaku dalam kurun waktu tertentu disebut dengan kurikulum. Kurikulum tersebut memuat sejumlah tujuan pendidikan, baik bernilai nasional08.00 maupun muatan lokal.
Adapun tujuan pendidikan nasional tersebut diturunkan melalui tujuan pembelajaran yang sudah disesuaikan dengan disiplin ilmu yang dipelajari pada semua jenjang pendidikan.
Baca Juga: Mengulik Sisi Gelap Bahasa Indonesia, Ketika Menjadi Bahasa Dunia
Selanjutnya, kurikulum merupakan inti dari proses pendidikan, karena di antara bidang-bidang pendidikan yaitu manajemen pendidikan, kurikulum, pembelajaran, dan bimbingan peserta didik, kurikulum pengajaran merupakan bidang yang langsung berpengaruh terhadap hasil pendidikan. Sukmadinata dan Erliana (2012:31)
Lebih lanjut, pembelajaran merupakan bagian dari kurikulum yang berlaku. Salah satu pembelajaran yang mampu menciptakan intelektual adalah pembelajaran Haigher Older Thinking (HOT) artinya berpikir tingkat tinggi. Setiap pembelajaran berbasis masalah selalu menuntut peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi dengan memasukkan unsur (4C) meliputi critical, colabaratif, creativitas dan comunication.
Critical secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu kritikien atau krirtikies yang artinya penghakiman, akan tetapi ketika masuk dalam bahasa Indonesia menjadi kritik yang berarti penilaian atau tanggapan. Proses bernalar dengan mengunakan kritik membutuhkan pemahaman ekstra terhadap konsep yang dipelajari.
Menilai keakuratan sebuah konsep dan fakta dalam pembelajaran mendidik peserta didik untuk dapat menghargai kelebihan dan kekurangan dari pengetahuan yang dipelajari. Dalam hal ini setiap pengetahuan yang diberikan guru tidak serta merta diterima oleh peserta didik, akan tetapi melalui proses menilai dan menimbang membuat peserta didik dapat berpikir pada level Higher Order Thinking (HOT).
Baca Juga: Media Pembelajaran dan Hasil Belajar Projek Kewirausahaan
Colabaratif berati kerjasama atau perpaduan di antara peserta didik. Kolaboratif dalam pembelajaran Higher Order Thinking (HOT) terutama mata pelajaran bahasa Indonesia sangat diperlukan.
Kompleksitas materi membuat konsep kolaboratif menjadi alat utama dalam mengaplikasikan konsep-konsep dalam kehidupan nyata. Tidak semua konsep pembelajaran dapat dilakukan secara mandiri. Kadang-kadang peserta didik membutuhkan kolaborasi untuk merekonstruksi konsep dalam kehidupan dari materi berbasis teks ke konteks nyata.
Selanjutnya, creativitas adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru untuk memberi ide kreatif dalam memecahkan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan yang baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya. (KBBI, 2001).
Kreativitas dalam pembelajaran Higher Order Thinking (HOT) merupakan sebuah proses berpikir tingkat tinggi. Pada tahap ini peserta didik harus mampu mengeksplorasi dirinya, sehingga menghasilkan sebuah kreativitas dalam bentuk produk pengetahuan baik berupa konsep baru, maupun hasil karya yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Kreativitas yang menghasilkan produk-produk baru dalam bentuk karya dapat diwujudkan dalam hal penulisan cerpen, novel, dan puisi serta tulisan lain yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar. Proses belajar berbasis Higher Order Thinking (HOT) berkaitan dengan kreativitas adalah proses mencipta, mengarang dan menganalisis teks uraian baik sastra maupun nonsastra.
Comunication adalah suatu proses seseorang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. (Wikepedia 2023) Dalam kehidupan belajar, komunikasi merupakan faktor utama. Selain merupakan bagian integral dari bahasa, komunikasi juga menghubungkan antara critikan, colaboratif dan creativitas.
Namun yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran yang berbasis Higher Order Thinking (HOT) adalah menghidupkan sebuah komunikasi terarah dan sistematis. Artinya, pengetahuan yang dikonstruksi mampu dipelajari dan ditularkan kepada yang lain melalui jembatan komunikasi yang efektif.
Komunikasi efektif berarti terdapat kesamaan persepsi antara penutur dan mitratutur atau antara penulis dan pembaca dalam kehidupan pembelajaran bahasa Indonesia yang berbasis Higher Order Thinking (HOT).
Komunikasi dalam konteks lain berkaitan dengan pembelajaran yang berbasais Higher Order Thinking (HOT) adalah suatu interaksi positif antara peserta didik tentang konsep yang dipelajari.
Komunikasi dalam pembelajaran Higher Order Thinking (HOT) merupakan sebuah wadah dalam melakukan diskusi secara intensif, sehingga sharing informasi sesama warga belajar memunculkan sikap menghargai perbedaan sikap dan pendapat. Dengan membiasakan berkomunikasi secar efektif dalam proses belajar mengajar keberagaman karakter para peserta didik dapat menghasilkan pembelajaran yang berbasis Higher Order Thinking (HOT).
Kriteria Pembelajaran Berbasis Haigher Older Thinking (HOT)
Penelitian yang dilakukan oleh Bloom ,(Resnick 1987) Higher Order Thinking (HOT) merupakan kemampuan abstrak yang berada pada ranah kognitif dari taksonomi sasaran pendidikan yakni mencakup analisiss, sintesis, dan evaluasi. Adi W. Gunawan (2010) mendefinisikan Higher Order Thinking (HOT) sebagai strategi dengan proses berpikir tingkat tinggi, dimana peserta didik didorong untuk memanipulasi informasi dan ide-ide dalam cara tertentu yang dapat memberikan mereka pengertian dan implikasi baru.
Dari be erapa teori tentang strategi pembelajaran berbasis Higher Order Thinking (HOT) di atas dapat disimpulkan bahwa strategi Higher Order Thinking (HOT)(HOT) merupakan strategi menggunakan proses berpikir tinggi yang mendorong peserta didik untuk mencari dan mengeksplorasi informasi sendiri mencari struktur serta hubungan yang mendasarinya, menggunakan fakta-fakta yang tersedia secara efektif dan tepat untuk memecahkan masalah.
Baca Juga: Membaca Jejak Kepenyairan Muklis Puna dalam Antologi Puisi " Lukisan Retak"
Strategi ini dapat merangsang peserta didik untuk menginterpretasikan, menganalisa informasi sebelumnya, sehingga tidak monoton.
Pembelajaran konvensional biasanya guru mencecoki peserta didik dengan banyak informasi hafalan dan ingatan, namun dalam pembelajaran Higher Order Thinking (HOT)) guru mengajarkan kepada peserta didik cara mencari sumber informasi, mengevaluasi informasi yang didapat dan menggunakan informasi tersebut untuk dirinya dan orang lain.
Selanjutnya, strategi Higher Order Thinking (HOT) (HOT) bergantung kepada kemampuan guru dalam menyusun pertanyaan yang akan menuntut peserta didik berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga peserta didik dapat memecahkan masalah. Aspek Higher Order Thinking (HOT) meliputi aspek berpikir kritis, berpikir kreatif dan kemampuan memecahkan masalah. Jadi, Higher Order Thinking (HOT) dapat mendorong peserta didik lebih kritis, kreatif, dan memiliki kemampuan pemecahan masalah.
Pembelajaran di kelas sudah seharusnya dimulai dengan merangsang peserta didik untuk berpikir lebih aktif dari masalah nyata yang pernah dialami atau dapat dipikirkan peserta didik.
Dengan cara seperti itu, peserta didik tidak hanya disuguhi dengan teori-teori dan rumus- rumus yang sudah baku, akan tetapi peserta didik dilatih dan dibiasakan untuk belajar memecahkan masalah selama pembelajaran berlangsung.
Terdapat tiga alasan mengapa harus menggunakan Higher Order Thinking (HOT) dalam pembelajaran yaitu :
Mengerti Informasi
Mengerti informasi diartikan sebagai proses yang tidak hanya mengetahui dan mengerti suatu informasi, akan tetapi juga melibatkan kemampuan menganalisis suatu informasi, menemukan pokok pikiran yang terkandung dalam informasi, membuat hipotesis, menarik kesimpulan, dan menghasilkan suatu solusi yang bermutu.
Proses Berpikir yang Berkualitas
Kemampuan Higher Order Thinking (HOT) dibutuhkan untuk menjalani suatu proses berpikir yang berkualitas berpikir yang berkualitas adalah berpikir yang menuntut menggunakan logika. Artinya sebuah ide keluar berdasarkan fakta-fakta yang sesuai dan fakta yang ada.
Hasil Akhir yang Berkualitas
Proses berpikir Higher Order Thinking (HOT) akan mengarahkan peserta didik untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Pelaksanaan strategi ini peserta didik diberikan saran atau petunjuk untuk memecahkan masalah yang berguna untuk melatih peserta didik berpikir secara kompleks dan mendalam untuk memecahkan suatu permasalahan.
Adapun Langkah- langkah tersebut adalah :
Klarifikasi Masalah
Peserta didik harus mengenali dan memahami masalah serta menganalisis masalah dengan bantuan penjelasan dari guru. Langkah pertama dalam klarifikasi masalah adalah menemukan dengan tepat konsep dari masalahnya. Jadi penting bagi peserta didik untuk diajari menguraikan masalah melalui pemikiran yang cermat dan membaca seluruh masalahnya sebelum memutuskan ap pertanyaannya.
Pengungkapan Pendapat
Dalam hal ini peserta didik diarahkan untuk mengungkapkan pendapat bagaimana menyelesaikan masalah yang diberikan dengan cara-cara penyelesaian masalah. Tahap ini peserta didik memilih atau merencanakan pemecahan, merumuskan suatu hipotesis dan menghasilkan ide-ide. Pertanyaan dan arahan yang dapat mengarahkan peserta didik berpikir Higher Order Thinking (HOT)
Pemilihan dan Implementasi
Pada tahap ini, peserta didik memilih cara yang mereka gunakan setelah itu melakukan pengamatan, mengembangkan kemungkinan-kemungkinan solusi, menetapkan solusi yang terbaik, dan menerapkan solusi yang telah dipilih. Selanjutnya, peserta didik dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia yang efektif yang diperlukan untuk penyelesaian masalah yang baik.
Baca Juga: Mengujungi Kapal Apung, Mengenang Ulang Dahsyatnya Tsunami Aceh
Evaluasi
Memeriksa kembali hasil yang diperoleh, mengamati dan mengevaluasi solusi serta menarik kesimpulan pada langkah ini adalah kegiatan memeriksa jawaban apakah jawabannya sudah masuk akal. Langkah-langkah di atas merupakan cara yang harus digunakan oleh guru untuk mencapai hasil yang berkualitas. Dalam menggunakan strategi ini, guru harus menentukan pada tingkatan mana peserta didik akan diarahkan dalam proses berpikir. Harus ada tujuan dan perencanaan yang jelas dan terarah dalam setiap pelaksanaan proses pembelajaran.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar