Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Gaya bahasa adalah sebuah upaya perselingkuhan makna yang dilakukan oleh mitra tutur dalam komunikasi. Di sana terdapat sebuah upaya persembunyian seseorang dalam menyampaikan pokok pikiran secara transparan. Kemampuan bersembunyi di balik dinding kebahasaan adalah wujud dari representasi karakter yang dimiliki oleh setiap mitra tutur.
Orang - orang yang punya intelektual tinggi sering menggunakan gaya bahasa dalam menyampaikan sebuah kritik, saran, komentar, tanggapan dan penilaian. Kelima unsur tersebut mempunyai makna yang berbeda dalam lingkup kebahasaan.
Dalam ilmu sastra, gaya bahasa merupakan sebuah kebutuhan utama yang menjadi ikon kebahasaan. Hal ini akan terasa sekali, jika merunut pada tulisan- tulisan sastra. Pertanyaannya sekarang adalah mengapa setiap pembaca jika mengonsumsi ilmu matematika, fisika dan lain - lain yang berwujud ilmiah, pembaca diserang rasa kantuk yang amat dalam?
Baca Juga: Seni Mengonversi Cerpen ke Puisi: Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
Bagaimana seandainya bacaan ilmiah ditulis dalam ragam sastra? Ini sebuah terobosan baru yang destruktif. Artinya, boleh dong kita keluar dari kotak- kotak yang membelenggu imajiner kita. Untuk mewujudkan hal semacam itu membutuhkan sebuah kajian yang tepat.
Misalnya, kajian psikologi tentang bagaimana korelasi daya baca terhadap pembaca tentang motivasi membaca pada dua teks yaitu teks ilmiah dan teks sastra. Sekilas jawabannya dapat dipahami secara mudah, namun jika kajian lebih detail dilakukan, maka akan dapat direalisasikan dalam kehidupan membaca khususnya bagi pemula.
Peran Gaya Bahasa dalam Berbicara
Gaya bahasa suatu style yang dipakai oleh pemakai bahasa. gaya bahasa ini juga mencerminkan kepribadian dan karakter pembicara. hal ini sesuai dengan Parera ( 2000) menyatakan bahwa " Bahasa adalah representasi pikiran" Artinya, kepintaran seseorang akan tampak dari penggunaan bahasa. bahasa itu dihasilkan oleh pikiran sedangkan mulut hanya kumpulan sejumlah artikulasi yang menghasilkan suara dalam bentuk lambang bunyi yang menyampaikan maksud dari pembicara.
Bukan hanya itu, bahasa yang mewakili pikiran pembicara akan menjadi nyaman didengar dan dipahami apabila dicampur dengan gaya bahasa. Dalam konteks kebahasaan ada banyak ditemukan jenis gaya bahasa. Secara umum gaya bahasa atau majas dikelompokkan dalan empat bagian yaitu, majas perulangan, majas pertautan, majas pertentangan dan majas perbandingan.
Keempat majas tersebut mempunyai bagian- bagian tersendiri sesuai kelompok yang sudah ditentukan, sehingga apabila dihitung secara mendetail dari empat kelompok besaran tersebut didapat 114 gaya bahasa yang digunakan dalam bahasa Indonesia.
Baca Juga: Alur Cerpen: Jantungnya Narasi yang Memikat Pembaca
Dalam tulisan ini penulis tidak akan membahas secara detai keseluruhan gaya bahasa yang ada dalam bahasa Indonesia. Semua jenis dan bentuk gaya bahasa yang sudah disebutkan di atas mempunyai peran utama dalam berbahasa.
Peran ini merupakan bukti bahwa gaya bahasa tidak bisa dipandang sebelah mata. Berbahasa tanpa menggunakan gaya bahasa akan membuat bahasa dan komunikasi yang digunakan akan berlangsung kaku.
Gaya Bahasa Merupakan Representasi Budaya dan Daerah
Dalam materi pembelajaran Bahasa Indonesia, gaya bahasa indentik dengan pribahasa. Pribahasa ini lebih dekat dengan bahasa melayu. Bahasa melayu merupakan rumpun terbesar setelah dan termasuk rumpun Austronesia.
Rumpun bahasa melayu sudah menghasilkan tiga bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia yang mengusai nusantara, bahasa melayu itu sendiri yang digunakan sebagai bahasa nasional di negara Malaysia. Selanjutnya, di Singapura bahasa melayu juga dijadikan bahasa nasional ke dua setelah Bahasa Inggris.
Rumpun Austronesia ini merupakan rumpun terbesar dari sejumlah bahasa di dunia. Di Indonesia sendiri Bahasa melayu dikuasai hampir sepanjang daratan pulau - pulau yang ada di Nusantara.
Bahasa Melayu mempunyai keunikan yang luar biasa, sehingga disebut linggua franca, artinya bahasa ini sudah digunakan oleh kerajaan kerajaan besar di nusantara sebelum Indonesia itu ada. Kerajaan seperti Samudra Pasai di Aceh, Sriwijaya di Sumatera dan Gajah Mada , mereka sudah menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa perhubungan.
Pada zaman dahulu, mereka menganggap orang -orang yang punya keunikan dalam menggunakan gaya bahasa sebagai orang cerdas dan orang pilihan. Kemampuan bergaya bahasa ria telah mencerminkan kecerdasan yang dimiliki. Orang - orang yang punya kompetensi bergaya bahasa tinggi akan dijadikan juru bicara pada kerajaan - kerajaan besar.
Hal ini terbukti bahwa gaya bahasa mengambil peran yang luar biasa dalm mengangkat harkat dan martabat seseorang. Dari pemahaman tersebut munculah anggapan bahwa orang- orang cerdas, cerdik, bijak, dan bijaksana akan tampak pada pengelolaan gaya bahasa saat berkomunikasi, baik formal maupun non formal.
Menguasai Gaya Bahasa Berarti Menguasai Seni Berbahasa
Berbicara itu seni, maka nikmatilah! itulah sebuah motto yang sering terdengar dalam pembelajaran keterampilan berbicara pada materi bahasa Indonesia.
Selanjutnya," Pembicara itu tidak dilahirkan, akan tetapi diasah" motto ini merupakan sebuah Ikon untuk memotivasi pembicara dalam materi debat. Permasalahannya adalah bagaimana hubungannya dengan gaya bahasa yang dimiliki oleh seseorang?
Seseorang dianggap cerdas dalam berbicara apabila Ia mampu meracik dan meramu gaya bahasa dengan menggunakan diksi yang bertenaga, sehingga mampu mempersuasif dan menghipnotis pendengar terhadap tujuan dan materi pembicaraan.
Baca Juga: Teknik Menulis Puisi Berdasarkan Objek
Selain itu, gaya bahasa memberikan sebuah kemudahan bagi pembicara untuk bersembunyi dalam menyampaikan tujuan secara implisit. Pembicara tidak mau berteriak lantang untuk menyampaikan hasrat pikirannya kepada pendengar. Namun pembicara lebih memilih gaya bahasa sebagai media untuk menebas lawan - lawan bicara dalam tumpukan diksi yang tertata.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar