Menulis atau Dilupakan: Perjalanan Menuju Keabadian

Menulis atau Dilupakan: Perjalanan Menuju Keabadian

 

                                                            Sumber: Dreamina.capcut.com

Oleh: Mukhlis, S.Pd.,M.Pd. 

"Menulislah sebelum Anak Cucumu Menulis bahwa Sepanjang Hidupmu, Kamu Tak Pernah Menulis" (Muklis Puna, 2025) 

Menulis bukan sekadar merangkai kata, tetapi juga meninggalkan jejak yang abadi. Sejarah telah membuktikan bahwa para penulis besar tidak lahir dalam kemudahan, melainkan melalui perjalanan panjang penuh tantangan. 

Tulisan mereka menjadi saksi bisu atas kisah hidup yang sarat makna, menginspirasi generasi demi generasi. Tak peduli seberapa sulit keadaan, menulis bisa menjadi jalan untuk mengenang, berbagi, dan bahkan mengubah dunia. Lalu, jika menulis mampu mengabadikan pemikiran dan perasaan, mengapa tidak mulai menulis sekarang?

Menulis Jembatan Menuju Keabadian

Para penulis besar yang dikenal dunia saat ini telah menempuh perjalanan panjang dan penuh tantangan dalam menulis. Mereka melewati berbagai rintangan, seperti mendaki bukit terjal yang penuh batu dan menghadapi jurang yang curam.

 Baca JugaEsai: Jalan Mudah Menuju Kreativitas dan Ekspresi Tanpa Bata

Nama-nama besar mereka bukan muncul dalam semalam, tetapi melalui proses panjang yang menguji ketahanan dan dedikasi mereka terhadap dunia literasi. Dengan menelusuri biografi para penulis ternama, kita bisa menemukan inspirasi untuk terus berkarya, khususnya bagi pencinta literasi di Indonesia.

Para penulis hebat sering kali menghadapi berbagai cobaan hidup. Ketika orang-orang di sekitar mereka sudah enggan mendengar keluh kesah, mereka memilih kertas sebagai tempat mencurahkan perasaan yang tak bisa dibagikan kepada siapa pun. 

Bahkan, saat media tidak memberikan ruang yang cukup untuk tulisan mereka, mereka tetap menulis di buku catatan pribadi, menyimpan kisah-kisah mereka dalam halaman-halaman yang menjadi saksi bisu perjalanan hidup. Buku kecil bersampul emas, terkunci rapat, menjadi tempat untuk menumpahkan air mata sekaligus merangkai senyum.

Setiap penulis besar memiliki catatan pribadi yang dikumpulkan bertahun-tahun, hingga akhirnya melahirkan karya luar biasa yang menginspirasi banyak orang. Contohnya adalah J.K. Rowling, penulis Harry Potter, yang berhasil mengubah kisah hidupnya yang penuh kesulitan menjadi sebuah dunia imajinatif yang memikat jutaan pembaca. 

Meskipun menghadapi tantangan hidup yang berat sebagai ibu rumah tangga, ia tetap menulis dan akhirnya meraih kesuksesan besar. Lalu, bagaimana dengan mereka yang hidup dalam kenyamanan tanpa batasan? Mengapa mereka enggan menulis? Jawabannya hanya bisa ditemukan oleh diri masing-masing.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali, "Jika Kamu bukan anak raja atau anak ulama besar, maka jadilah penulis." Kutipan ini mengandung pesan mendalam bahwa menulis bisa menjadi jalan untuk dikenal dan dikenang. Menulis bukan hanya sekadar merangkai kata, tetapi juga membangun warisan yang dapat bertahan sepanjang masa, mengantarkan nama seseorang melintasi dunia.

Baca Juga: Sastra di Era Digital: Refleksi Karya dan Apresiasi dalam Media Sosial

Fatimah Mernissi (2018) juga menegaskan bahwa menulis setiap hari memberikan manfaat luar biasa, bahkan bisa membuat seseorang tampak lebih segar. Menulis adalah terapi bagi jiwa-daripada menyimpan masalah terlalu lama, lebih baik menuangkannya dalam tulisan. Sebab, memendam beban batin tanpa jalan keluar dapat berdampak buruk pada kesehatan, termasuk membuat wajah terlihat lebih tua.

Memulai Menulis  harus dari Mana dan Bagaimana?

Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana, kapan, dan di mana harus mulai menulis. Jawabannya sederhana: mulailah dari hal-hal kecil yang dialami sehari-hari. Tak perlu khawatir tentang kesempurnaan di awal, karena yang terpenting adalah terus melangkah. Kreativitas dalam menangkap ide sangat diperlukan, tetapi yang lebih penting adalah keberanian untuk memulai.

Banyak orang takut menulis karena khawatir dikritik, takut salah, atau merasa tidak cukup ahli dalam suatu topik. Rasa takut ini harus ditepis jauh-jauh. Biarkan kata-kata mengalir tanpa ragu, tanpa menoleh ke belakang. Jika tulisan terasa buntu, istirahatlah sejenak, dengarkan musik, atau lakukan aktivitas menyenangkan sebelum kembali menulis.

Lalu, kapan waktu terbaik untuk menulis? Jawabannya adalah kapan saja. Niat dan motivasi adalah kunci utama. Cintailah ide yang ingin dituangkan, karena kecintaan terhadap gagasan akan membuat proses menulis lebih menyenangkan. 

Baca Juga: Gaya Bahasa: Seni Bersembunyi di Balik Kata-Kata

Beberapa orang memang membutuhkan suasana tertentu untuk menulis, tetapi sejatinya seorang penulis sejati mampu menulis di mana saja—bahkan di tengah peperangan sekalipun, seperti wartawan yang harus tetap bekerja di bawah ancaman peluru dan ledakan.

Pada akhirnya, menulis bukan hanya soal menghasilkan karya, tetapi juga tentang meninggalkan jejak. Setiap kata yang kita tulis adalah warisan bagi generasi berikutnya. Maka, jangan ragu untuk mulai menulis.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 


Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar