Meugang: Tradisi Sakral Masyarakat Aceh dalam Menyambut Ramadhan

Meugang: Tradisi Sakral Masyarakat Aceh dalam Menyambut Ramadhan

  

                Sumber: Dokumen  Pribadi 

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd

Aceh merupakan daerah yang kaya akan sejarah dan budaya yang kental dengan nilai-nilai agama. Dikenal sebagai Serambi Mekkah, Aceh tidak hanya memiliki sejarah perjuangan yang heroik, tetapi juga tradisi yang kuat dalam menjalankan ajaran Islam. 

Salah satu tradisi yang masih dilestarikan hingga kini adalah Meugang, sebuah ritual menyambut bulan suci Ramadhan dengan menggelar makan besar bersama keluarga dan berbagi daging kepada mereka yang membutuhkan. 

Tradisi ini tidak hanya mencerminkan rasa syukur dan kebersamaan, tetapi juga memperlihatkan hubungan erat antara adat dan agama dalam kehidupan masyarakat Aceh.

 Baca Juga: Sastra di Era Digital: Refleksi Karya dan Apresiasi dalam Media Sosial

Ketika nama Aceh disebut, berbagai peristiwa dan cerita segera terlintas dalam ingatan. Mulai dari keberanian masyarakatnya dalam melawan penjajah, sikap kritis terhadap ketidakadilan, hingga peristiwa alam yang mengguncang dunia. 

Selain itu, Aceh juga dikenal dengan sebutan Serambi Mekkah karena perannya yang penting dalam sejarah masuknya Islam ke Nusantara.

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Aceh tidak bisa memisahkan adat sebagai budaya dan agama sebagai pedoman hidup. Bahkan, hukum adat di Aceh sering kali menjadi bagian dari ajaran Islam. 

Hal ini tercermin dalam dua jenis adat yang dikenal di sana, yaitu Adat Tunah dan Adatullah, yang berjalan selaras dalam kehidupan masyarakat.

Tradisi Menyambut Ramadhan

Menjelang bulan suci Ramadhan, masyarakat Aceh memiliki tradisi unik yang dikenal sebagai Meugang atau Makmeugang. Tradisi ini telah menjadi bagian yang sangat melekat dalam budaya Aceh, hingga sulit dibedakan antara adat dan ajaran agama. 

Meugang merupakan kegiatan makan besar dengan hidangan daging yang disajikan sebelum memasuki bulan Ramadhan.

Baca juga: Gaya Bahasa: Seni Bersembunyi di Balik Kata-Kata

Secara etimologi, kata Makmeugang berasal dari dua kata dalam bahasa Aceh, yaitu Makmu (kemakmuran) dan Gang (tempat pemotongan dan pembagian daging). 

Tradisi ini telah berlangsung sejak masa Kesultanan Iskandar Muda, di mana kerajaan menyediakan hewan ternak seperti lembu dan kerbau untuk disembelih dan dagingnya dibagikan kepada masyarakat kurang mampu sebagai bentuk kepedulian sosial.

Makna Sakral dan Persiapan Meugang

Bagi masyarakat Aceh, Meugang adalah momen yang sakral. Persiapan dilakukan jauh-jauh hari sebelum Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, termasuk menabung untuk membeli daging. 

Harga daging pada hari Meugang biasanya meningkat tajam, bahkan bisa mencapai Rp. 180.000 per kg, namun hal ini tidak menjadi halangan karena masyarakat menganggap Meugang sebagai bagian penting dalam menyambut bulan suci.

Pada hari Meugang, setiap keluarga akan memasak hidangan daging dengan menu khas Aceh. Semua anggota keluarga berkumpul dan menikmati hidangan bersama sebagai wujud syukur dan kebersamaan. 

Bagi masyarakat yang tidak mampu membeli daging lembu, daging ayam menjadi alternatif yang harus ada di meja makan pada hari istimewa ini.

Meugang sebagai Bentuk Sedekah dan Peningkatan Ekonomi

Selain sebagai tradisi menyambut bulan Ramadhan, Meugang juga menjadi ajang bersedekah. Masyarakat yang mampu secara ekonomi berbagi daging dengan tetangga yang kurang mampu, sesuai dengan ajaran Islam tentang pentingnya berbagi kepada sesama, terutama menjelang bulan suci.

Baca Juga: Seni Mengonversi Cerpen ke Puisi: Inovasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA

Meugang juga berdampak positif pada perekonomian lokal. Para peternak dan pedagang daging mendapatkan keuntungan yang signifikan karena tingginya permintaan daging di seluruh Aceh. Pada saat Meugang, penjualan daging meningkat drastis, dan ekonomi masyarakat bergerak dinamis.

Simpulan

Tradisi Meugang tidak hanya menjadi simbol kebersamaan dan kepedulian sosial, tetapi juga memperkuat ikatan budaya dan agama dalam masyarakat Aceh. 

Dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, Meugang terus diwariskan dari generasi ke generasi sebagai wujud rasa syukur dan persiapan menyambut bulan suci Ramadhan.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 


 

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar