Sumber: Pixabay
Ahmad Gusairi
Di balik senyum, luka tersembunyi
Kata-kata manis, racun yang menyayat hati
Damai semu, topeng kemunafikan
Friksi merajalela, di balik keindahan
Kata-kata manis, racun yang menyayat hati
Damai semu, topeng kemunafikan
Friksi merajalela, di balik keindahan
Perbedaan pandang, jurang tak bertepi
Ego berkuasa, akal mati sunyi
Kebenaran relatif, ilusi semata
Paradoks zaman, di mana hati terluka
Ego berkuasa, akal mati sunyi
Kebenaran relatif, ilusi semata
Paradoks zaman, di mana hati terluka
Baca Juga: Puisi: Harum Ramadhan di Balik Rembulan
Metafora cinta, palsu belaka
Eufemisme dusta, jiwa merana
Paradoks hidup, di mana benci bersemi
Friksi tak terelakkan, di setiap sisi
Eufemisme dusta, jiwa merana
Paradoks hidup, di mana benci bersemi
Friksi tak terelakkan, di setiap sisi
Cahaya harapan, redup di kejauhan
Keadilan impian, tinggal angan-angan
Friksi menggerogoti, sendi-sendi bangsa
Menghancurkan mimpi, meruntuhkan asa
Keadilan impian, tinggal angan-angan
Friksi menggerogoti, sendi-sendi bangsa
Menghancurkan mimpi, meruntuhkan asa
Baca Juga: Ketika Matahari dan Bulan Berpelukan
Namun, di balik gelap, ada setitik terang
Suara nurani, melawan keangkuhan
Friksi bukan akhir, tapi awal mula
Untuk bangkit bersama, membangun asa
Suara nurani, melawan keangkuhan
Friksi bukan akhir, tapi awal mula
Untuk bangkit bersama, membangun asa
Mari satukan hati, lupakan perbedaan
Jadikan friksi energi, untuk perubahan
Dari gesekan lahir api, semangat membara
Membangun harmoni, Indonesia jaya
Jadikan friksi energi, untuk perubahan
Dari gesekan lahir api, semangat membara
Membangun harmoni, Indonesia jaya
(Toboali, 3 Maret 2025)
Ahmad Gusairi, penulis puisi adalah pengajar SMA Negeri 1 Toboali, Bangka Selatan
2 Komentar
Alhamdulillah terima kasih semoga puisi menginfirasi
BalasHapusSama-sama pak
BalasHapus