Sumber: Tanggkapan Layar Google
Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.
Wahai Bapak/Ibu guru hebat, kebanggaan Indonesia! Anda adalah nyawa dari setiap ruang kelas, pemantik cahaya dalam jiwa para penerus bangsa.
Setiap pagi, Anda hadir bukan hanya sebagai pengajar, tapi sebagai inspirator, motivator, dan pendamping belajar yang penuh cinta dan dedikasi.
Sungguh luar biasa perjalanan Anda dalam menghadirkan pembelajaran yang bermakna. Anda tidak sekadar menyampaikan materi, melainkan menanamkan nilai-nilai, membuka cakrawala, dan membentuk karakter anak-anak bangsa.
Namun, mari sejenak kita renungkan: apakah proses pembelajaran yang kita berikan benar-benar mengubah cara berpikir siswa? Apakah mereka menjadi lebih kritis, kreatif, dan mandiri karena bimbingan kita.
Menulis adalah Cerminan Pikiran seorang Guru
Menulis adalah cerminan dari pikiran kita. Ketika kita menulis, kita sebenarnya sedang menyusun pemahaman, menyaring pengalaman, dan menyampaikan pesan dengan jernih.
Banyak dari kita mungkin merasa menulis itu sulit. Namun, sadarkah kita bahwa saat mengajar, kita sejatinya sudah menulis dalam bentuk lisan? Kita menyusun alur logika, menyampaikan dengan bahasa yang dipahami siswa, dan menghidupkan materi dengan gaya kita sendiri.
Nah, kini bayangkan jika kemampuan itu dituangkan dalam bentuk tulisan. Tulisan akan menjadi perpanjangan tangan kita, menjangkau siswa kapan saja, bahkan saat kita tak berada di depan kelas.
Tulisan kita bisa menjadi teman belajar siswa, menjadi inspirasi bagi sesama guru, atau bahkan menjadi catatan penting dalam sejarah pendidikan Indonesia.
Deby Potter pernah berkata, “Masuklah ke dunia siswa dan bawa mereka ke dunia kita.” Menulis adalah salah satu jembatan terbaik untuk itu.
Lewat tulisan, kita bisa menjalin komunikasi batin dengan siswa. Mereka membaca dan merasakan kehadiran kita di balik kata-kata yang akrab dan membumi.
Buku Ajar Bisa Jadi Lebih Hidup!
Buku teks memang tersedia di sekolah, tapi apakah itu cukup? Apakah gaya bahasa dalam buku teks benar-benar bisa “berbicara” pada siswa kita yang beragam?
Di sinilah peran guru sangat penting, menulis bahan ajar penunjang yang sesuai dengan karakter kelasnya sendiri.
Tulislah materi pembelajaran dengan gaya bahasa kita: santai, akrab, dan dekat. Tunjukkan empati dalam pilihan kata, buatlah analogi yang relevan dengan kehidupan mereka.
Ketika siswa membaca tulisan kita, mereka akan merasa didampingi. Seolah-olah kita sedang berdiskusi langsung dengan mereka, padahal kita hanya hadir lewat tulisan.
Tulisan guru bukan hanya materi pelajaran, melainkan juga sarana motivasi, refleksi nilai, dan pendekatan yang menyentuh hati siswa. Ini adalah seni menyampaikan ilmu, sekaligus seni menyampaikan rasa.
Menulis juga bukan semata-mata untuk siswa. Tulisan kita bisa menjadi inspirasi bagi rekan sejawat. Pengalaman unik kita di kelas, metode kreatif yang kita temukan, atau pendekatan personal yang berhasil kita coba semuanya layak dibagikan.
Jangan anggap remeh tulisan-tulisan kecil itu. Dari sanalah pengetahuan berkembang, dari situ pula komunitas guru saling belajar dan saling menguatkan.
Jika setiap guru menulis satu modul, satu artikel, atau satu refleksi, betapa kayanya referensi pendidikan di negeri ini! Tak perlu menunggu sempurna. Mulailah dari hal sederhana.
Biarkan tulisan berkembang seiring waktu, seperti cara kita mengasah kemampuan mengajar. Karena sejatinya, menulis dan mengajar adalah dua sisi dari dedikasi yang sama: mendidik dan mencerahkan.
Tulisan dari seorang guru akan terasa lebih menyentuh dan bermakna, karena ditulis oleh orang yang benar-benar memahami medan perjuangan pendidikan. Tulisan seperti itu bukan hanya ilmiah, tapi juga penuh jiwa.
Simpulan:
Bapak/Ibu guru hebat! Mengajar adalah seni, dan menulis pun begitu. Jangan biarkan hanya suara kita yang terdengar di kelas, tapi izinkan juga tulisan kita berbicara untuk waktu yang lama.
Menulislah semudah Anda mengajar, karena pada hakikatnya, keduanya adalah bentuk komunikasi langsung.
Tulisan ini bukanlah petuah, bukan pula perintah. Ini adalah ajakan untuk merenung dan melangkah. Mari mulai dari sekarang. Tulis refleksi kecil hari ini, atau ubahlah penjelasan lisan Anda menjadi teks ringan untuk siswa. Dari situlah perubahan besar bisa bermula.
Dan ketika ragu, ingatlah satu tekad bersama:"Menulislah semudah mengajar di depan kelas!"
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe
0 Komentar