Menghidupkan Imajinasi Lewat Wacana Deskripsi, Seni Merangkai Kata yang Membekas

Menghidupkan Imajinasi Lewat Wacana Deskripsi, Seni Merangkai Kata yang Membekas

Sumber: Dokumen  Pribadi


 Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.

Dalam dunia tulis-menulis, kemampuan menggambarkan suatu objek, tempat, atau peristiwa melalui deskripsi yang kuat merupakan keterampilan yang tak bisa dianggap remeh. 

Deskripsi yang baik bukan hanya menyampaikan informasi, tetapi juga menghidupkan suasana dan menggerakkan emosi pembaca. 

Melalui deskripsi yang efektif, kata-kata mampu menjelma menjadi jendela yang membuka dunia baru membuat pembaca merasa seolah-olah mereka melihat, mendengar, dan merasakan langsung apa yang tertulis. Sayangnya, tidak semua penulis mampu menguasai seni ini.

Banyak tulisan deskriptif yang terasa datar, kurang menggugah, atau bahkan membingungkan karena tidak dirancang dengan struktur yang tepat dan tidak mempertimbangkan tujuan serta sudut pandang secara matang.

Masalah ini umumnya berakar dari kurangnya pemahaman terhadap tahapan-tahapan penting dalam penulisan deskriptif yang baik. 

Penulis pemula sering kali menulis begitu saja tanpa menentukan tema yang spesifik, tujuan yang jelas, atau kerangka yang terstruktur. Akibatnya, tulisan menjadi lemah baik dari segi isi maupun daya tarik visual dan emosionalnya. 

Diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai langkah-langkah teknis serta pola pengembangan yang tepat, seperti pola spasial dan sudut pandang.  

Agar deskripsi yang dihasilkan tidak hanya informatif tetapi juga mampu menggugah imajinasi pembaca. 

Tulisan ini hadir untuk menguraikan permasalahan tersebut sekaligus menawarkan solusi melalui pembahasan lima langkah penting dalam menulis deskripsi yang memikat.

Mengungkap Kekuatan Kata

Menulis deskripsi bukanlah sekadar menyusun kalimat demi kalimat untuk menjelaskan sesuatu. Ia adalah seni-seni menghadirkan dunia ke dalam benak pembaca lewat untaian kata yang hidup. 

Deskripsi yang memukau mampu mengajak pembaca berjalan di tengah lanskap yang kita lukiskan, mendengar suara yang kita dengar, bahkan merasakan emosi yang kita sampaikan.

Di sinilah letak keajaiban kata, ia bisa menjadi jendela menuju dunia yang kita bangun melalui tulisan.

Namun, seperti seni lainnya, menulis deskripsi pun memiliki teknik dan tahapan tersendiri. Mengacu pada pandangan Asrom dkk. (1998), terdapat lima langkah penting yang menjadi fondasi dari wacana deskriptif yang menggugah dan terarah. Mari kita telusuri satu per satu.

1. Menentukan Tema

Langkah pertama adalah menemukan "apa" yang ingin kita gambarkan. Tema ibarat jangkar yang menjaga tulisan tetap pada jalurnya. 

Untuk menghasilkan deskripsi yang kuat, penting memilih tema yang spesifik. Semakin sempit cakupannya, semakin dalam kita bisa menyelaminya.

Bayangkan tema "pegunungan". Seorang petani melihatnya dari sisi kesuburan, insinyur menilik dari aspek struktur tanah, sementara pencinta alam terpesona oleh keindahan dan ketenangan. 

Pilihan sudut pandang ini menjadi warna utama dalam tulisan. Maka, alih-alih menulis tentang "kehidupan sekolah", cobalah mempersempit menjadi "upacara bendera hari Senin" sebuah adegan yang sarat makna dan emosi.

2. Menentukan Tujuan

Menentukan tujuan dalam menulis deskripsi adalah langkah penting yang akan memengaruhi seluruh arah dan gaya penulisan. Secara umum, deskripsi memiliki dua pendekatan utama, yaitu deskripsi sugestif dan deskripsi teknis. 

Deskripsi sugestif bertujuan untuk membangkitkan imajinasi dan emosi pembaca, mengajak mereka merasakan suasana yang digambarkan seolah-olah mereka ada di dalamnya. 

Sementara itu, deskripsi teknis bersifat lebih objektif dan sistematis, bertujuan memberikan informasi yang akurat dan faktual mengenai suatu objek atau peristiwa. 

Pemilihan tujuan ini harus disesuaikan dengan audiens dan konteks penulisan, agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan tepat.

Sebagai contoh konkret, bayangkan pembaca  hendak mendeskripsikan upacara bendera di sebuah sekolah di Aceh. 

Jika pembaca memilih pendekatan sugestif, maka  akan menonjolkan suasana sakral yang terasa sejak pagi hari, suara lirih angin yang mengibarkan bendera, hingga ekspresi bangga siswa-siswa yang berdiri tegap di lapangan. 

Imajinasi dan rasa menjadi kunci utama dalam menyampaikan pengalaman tersebut. Sebaliknya, jika tujuannya adalah memberikan pemahaman teknis, penulis akan memaparkan tahapan pelaksanaan secara rinci kapan upacara dimulai, siapa saja petugasnya, bagaimana susunan acaranya, hingga protokol yang dijalankan. 

Kedua pendekatan ini sama-sama valid, namun perbedaan tujuan akan menghasilkan warna tulisan yang sangat berbeda.

3. Mengumpulkan Bahan

Sebelum menulis, kamu perlu "mengisi tangki imajinasi" dengan bahan yang kaya. Bahan ini bisa kamu dapatkan melalui pengamatan langsung, wawancara, atau riset.

Untuk deskripsi sugestif, penulis  harus peka terhadap detail,  warna langit pagi, suara derap kaki siswa, gemetar suara pemimpin upacara, hingga bau tanah lapangan. 

Sementara untuk deskripsi teknis, kamu mungkin perlu mengumpulkan data seperti jenis bahan pakaian yang digunakan dalam produksi atau tahapan kerja di pabrik. Setiap detail akan menjadi amunisi untuk membangun gambaran yang solid di benak pembaca.

4. Menyusun Kerangka

Menyusun kerangka sebelum menulis adalah langkah penting yang sering diabaikan, padahal perannya sangat vital dalam menjaga alur tulisan tetap fokus dan terarah.

Tanpa kerangka, penulis cenderung melompat-lompat dalam menyampaikan ide, sehingga tulisan menjadi membingungkan atau kehilangan arah. 

Kerangka ibarat peta dalam perjalanan ia menunjukkan ke mana arah tulisan akan dibawa, bagian mana yang perlu diperjelas, dan kapan sebuah gagasan sebaiknya dimunculkan. 

Dengan adanya kerangka, penulis dapat menghindari pengulangan ide dan memastikan bahwa setiap paragraf memiliki fungsi yang jelas dalam keseluruhan struktur tulisan.

Menurut Keraf (1994), ada dua pendekatan utama dalam menyusun kerangka deskripsi, yaitu secara kronologis dan tematik.

Pendekatan kronologis mengatur isi berdasarkan urutan waktu, sangat cocok untuk menggambarkan peristiwa atau proses yang berkembang dari waktu ke waktu. 

Misalnya, mendeskripsikan suasana pasar dari pagi, siang, hingga sore hari. Sementara itu, pendekatan tematik menyusun isi berdasarkan aspek-aspek tertentu dari objek yang dideskripsikan.

Misalnya saat menggambarkan rumah adat Aceh berdasarkan bagian-bagiannya seperti teras, ruang tamu, dan dapur. Pilihan pendekatan ini sangat bergantung pada tujuan dan jenis objek yang akan dideskripsikan.

Dalam konteks penulisan deskriptif, kerangka juga membantu menciptakan klimaks dan ritme dalam tulisan. Misalnya, saat mendeskripsikan upacara bendera, penulis bisa mengawali dengan suasana sebelum upacara dimulai, lalu berpindah ke prosesi pengibaran bendera, dan diakhiri dengan momen amanat pembina yang menggugah semangat. 

Alur yang runtut seperti ini membuat pembaca merasa seperti sedang mengikuti langsung jalannya peristiwa. 

Dengan menyusun kerangka terlebih dahulu, penulis tidak hanya menata ide, tetapi juga membangun pengalaman membaca yang lebih memikat dan menyeluruh. Misalnya, kerangka deskripsi untuk upacara bendera bisa mencakup:

Waktu dan tempat pelaksanaan

Petugas dan peserta

Suasana dan reaksi

Amanat pembina

Penutup yang menggugah

  

Hal ini dapat dilihat pada contoh berikut:

Pagi itu, langit tampak biru pucat dengan gumpalan awan tipis mengambang pelan di atas lapangan sekolah. Jarum jam belum sepenuhnya menunjuk angka tujuh, namun siswa-siswi telah berbaris rapi di halaman yang baru saja disapu embun. 

Upacara bendera hari Senin diadakan di lapangan utama SMA Negeri 1   Lhokseumawe , sebuah ruang terbuka yang dikelilingi pepohonan rindang dan bangunan bercat krem. Angin pagi berembus lembut, menyapu permukaan bendera yang masih terlipat di tangan pembawa baki.

Di barisan depan, para petugas upacara berdiri dengan wajah penuh tanggung jawab. Seorang siswa kelas  dua belas  menjadi pemimpin upacara, suaranya lantang dan tegas saat memberi aba-aba. 

Petugas pengibar bendera, dua siswa dan satu siswi bergerak serempak dengan langkah tegap dan ekspresi serius. 

Di sisi kanan lapangan, para guru berdiri berjajar mengenakan seragam batik khas sekolah. 

Sementara itu, para peserta upacara, dari kelas tujuh hingga sembilan, berdiri diam dalam barisan, wajah mereka mencerminkan perpaduan antara khidmat dan rasa hormat. 

Sesekali terdengar suara burung dari pepohonan, namun tak satu pun siswa menoleh semua fokus pada jalannya upacara.

Ketika bendera perlahan naik ke ujung tiang dan lagu Indonesia Raya bergema di udara, suasana menjadi begitu sakral. 

Reaksi para siswa terlihat dalam tatapan mata yang mengikuti gerak kain merah-putih yang berkibar di angkasa. 

Setelah itu,  yang bertindak   sebagai pembina upacara hari itu adalah Bapak Mukhlis, S.Pd., M.Pd., Beliau   naik ke podium dengan semangat dan bersahaja.

Dalam amanatnya, beliau berbicara tentang pentingnya kedisiplinan dan rasa cinta tanah air, suaranya penuh semangat namun tetap menyentuh hati. 

Kata-kata beliau diakhiri dengan seruan penuh motivasi: “Bangkitlah menjadi generasi yang tak hanya cerdas, tapi juga berkarakter!” 

Upacara ditutup dengan doa dan penghormatan terakhir kepada Sang Merah Putih, meninggalkan kesan mendalam di hati semua yang hadir pagi itu. Sebuah upacara sederhana, namun penuh makna yang mengikat rasa persatuan di dada setiap peserta.

5. Mengembangkan Tulisan 

Inilah saat magis terjadi. Berdasarkan kerangka yang telah dibuat, kamu mulai memilih diksi yang kuat, menyusun kalimat yang indah, dan menyematkan detail yang menggugah. Tujuannya bukan hanya membuat pembaca mengerti, tapi merasakan.

Gunakan bahasa yang puitis jika ingin menggugah emosi, atau bahasa yang lugas dan jelas jika ingin menyampaikan informasi. Akhiri dengan judul yang mencerminkan isi tulisan secara keseluruhan singkat, kuat, dan menggoda rasa ingin tahu.

Pola Pengembangan

Selain langkah-langkah teknis, memahami pola pengembangan deskripsi juga sangat penting. Kosasih (2000) menyebutkan dua pola utama:

 Pola Spasial

Pola spasial adalah pola pengembangan deskripsi yang menyajikan objek berdasarkan urutan ruang atau waktu. Dalam pola ini, penulis mengajak pembaca menjelajahi objek secara bertahap, baik dari satu bagian ke bagian lain dalam sebuah ruang, maupun dari satu waktu ke waktu berikutnya. 

Teknik ini sangat efektif untuk menggambarkan tempat, suasana, atau peristiwa yang berlangsung dalam rentang ruang atau waktu tertentu. Dengan menyusun deskripsi secara berurutan, pembaca dapat membayangkan lokasi atau peristiwa seolah-olah mereka sedang berjalan dan mengalaminya sendiri. 

Pola ini membantu menciptakan alur visual yang terstruktur dan memudahkan pembaca mengikuti arah pandang penulis.

Sebagai contoh, ketika mendeskripsikan rumah adat Aceh, penulis dapat memulai dari bagian terluar seperti halaman atau teras, kemudian berlanjut ke ruang tamu, kamar tidur, hingga dapur di bagian belakang rumah. 

Setiap ruang diberi detail yang khas, seperti ukiran pada tiang, aroma kayu, atau pencahayaan alami yang masuk dari celah-celah dinding. 

Begitu pula dalam menggambarkan suasana desa setelah bencana, penulis dapat memulai dari suasana pagi yang sunyi dan mencekam, lalu bergerak ke siang hari saat warga mulai beraktivitas membersihkan puing, hingga malam yang hening di bawah cahaya lampu darurat. 

Urutan ini tidak hanya memperjelas deskripsi, tetapi juga membangun emosi pembaca secara bertahap sesuai dengan perubahan suasana yang terjadi.

Pola Sudut Pandang

Pola sudut pandang dalam penulisan deskripsi adalah teknik menggambarkan suatu objek atau peristiwa dari perspektif tertentu, seolah-olah penulis menjadi mata dan telinga pembaca. 

Dengan menentukan posisi pengamat yang jelas, deskripsi menjadi lebih fokus dan memiliki nuansa personal yang kuat. Sudut pandang ini bisa bersifat statis, tetap di satu titik atau dinamis, mengikuti pergerakan pengamat. 

Setiap pilihan sudut pandang akan memengaruhi detail yang ditonjolkan, urutan penggambaran, serta emosi yang disampaikan kepada pembaca. Teknik ini sangat berguna untuk menciptakan kesan yang mendalam dan menghadirkan pengalaman yang lebih nyata.

Misalnya, bayangkan pembaca  berdiri di tengah pasar  Kota Lhokseumawe pada pagi hari. Dari titik itu, pembaca bisa melihat dengan jelas pedagang sayur yang berteriak menawarkan dagangannya, merasakan aroma rempah yang menyengat dari kios bumbu, serta mendengar suara tawar-menawar yang riuh rendah membaur dengan derit gerobak dan langkah kaki yang lalu-lalang. 

Di kejauhan, terlihat siluet orang-orang yang tampak samar di antara kepulan asap dari pedagang makanan. Jika kamu berpindah ke sudut pasar yang lebih sepi, suasana yang kamu tangkap pun akan berubah mungkin menjadi lebih tenang, dengan percakapan pelan dan deru angin yang lebih terasa.

Inilah kekuatan pola sudut pandang: satu tempat yang sama bisa memberikan pengalaman yang sangat berbeda tergantung dari mana dan bagaimana kamu mengamatinya.

Simpulan

Menulis deskripsi yang hidup bukan hanya soal kemampuan teknis, tapi juga sensitivitas dalam menangkap detail, empati dalam melihat dunia, dan kreativitas dalam memilih kata. 

Melalui lima langkah utama, dari penentuan tema hingga pengembangan tulisan, dan memahami pola-pola penyusunannya, kamu tidak hanya menulis. Kamu mencipta. Kamu mengubah kata menjadi jendela, tempat pembaca bisa mengintip ke dalam dunia yang kamu ciptakan.

Karena di tangan penulis yang piawai, sebuah upacara bendera sederhana bisa menjelma menjadi pengalaman yang menggugah dan tak terlupakan.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1Lhokseumawe 

Berita Terkait

Posting Komentar

0 Komentar