Karya: Muklis Puna
Kering kerontang tinta di lembaran negeri
Serak parau kuumbar dukamu
Kemarau ludah menghantam tenggorokan
Pasang air mata menyapu tanah air
Panas tak bertepi, tak bermata air
Puisi: Permen Busuk di Ruang Kelas
Suaraku tersangkut di udara
Dikulum embun dalam kumparan mega
Ketidakadilan jadi tema politik kolosal
Pembangunan menikung di simpang jalan
Kemiskinan kian mahal
Diawetkan dalam museum politik
Indonesiaku...
Merah Putih belum tegak mengibas khatulistiwa
Namamu diobral di kerumunan ideologi
Tujuh puluh delapab kali rotasi bumi mengitari matahari
Kau masih beku di tiang-tiang kaku
Udara demokrasi membakar namamu
Puisi: Lilin Kecil di Tengah Kabut
Indonesiaku tercinta
Bentanganmu panjang dan berliku
Ideologimu bertahan di pucuk-pucuk kaktus
Dari ujung ke ujung,
duka merambah gunung, memburai resah
Indonesiaku
Butiran debu dari hempasan surga
Terhampar dalam guratan zamrud
Diburu kapitalis dan neolib
Rahimmu subur, menyembur kristal berlian
Indonesiaku
Bagai perawan di sarang penyamun
Mata-mata binal penuh nafsu
Menjilat setiap lekuk
Oh Negeriku
Di usia menuju senja
Kau tetap tegak, meski luka
Lhokseumawe, 19 April 2025
0 Komentar