Sumber: Dreamina.capcut.com
Oleh: Muklis Puna
Alarm menjerit, mengoyak kelam
Tubuhnya gemetar, terjaga dalam diam
Di kamar sunyi, malam enggan pamit
Pagi merangkak, matahari mengintip
Tubuhnya gemetar, terjaga dalam diam
Di kamar sunyi, malam enggan pamit
Pagi merangkak, matahari mengintip
Antara rombongan malaikat berpaling haluan
Antara malam yang menolak menutup pandang
Seorang guru muda, tampak semangat dalam mengajar
Bangkit dari lelap, mengejar asa.
Antara malam yang menolak menutup pandang
Seorang guru muda, tampak semangat dalam mengajar
Bangkit dari lelap, mengejar asa.
Baca Juga:
Mimpinya sederhana, namun perih
Pada negeri yang lahir dari kaki-kaki kecil
Ia ingin menyapu kabut kebodohan
Yang bersemayam di sela pelangi patah.
Pada negeri yang lahir dari kaki-kaki kecil
Ia ingin menyapu kabut kebodohan
Yang bersemayam di sela pelangi patah.
Tapi ia terpaku, kaku dalam dogma,
Ilmu kampus bagai rantai mengikat jiwa
Rencana megah pudar dalam silabus usang
Hukum baku menjelma dinding kelam
Ilmu kampus bagai rantai mengikat jiwa
Rencana megah pudar dalam silabus usang
Hukum baku menjelma dinding kelam
Ia tak melihat
Pendidikan hanyalah permen busuk
Manis di lidah, lantas luruh di kelas
Pendidikan hanyalah permen busuk
Manis di lidah, lantas luruh di kelas
Ia adalah kuda beban,
Merumput di padang gersang
Dengan kacamata hijau merumput di lahan kering
Baca Juga:
Puisi: Syawal Menyapa, Doa Menggema
Puisi: Syawal Menyapa, Doa Menggema
Bulan berganti, Ia terseret arus
Sistem telah menelannya, memaksa menunduk.
Ego dipaksa tenggelam, pil pahit ditelan,
Di dadanya bergemuruh hujan dan petir.
Sistem telah menelannya, memaksa menunduk.
Ego dipaksa tenggelam, pil pahit ditelan,
Di dadanya bergemuruh hujan dan petir.
Kutempelkan telinga di dadanya
Ada tambur patah, guntur kecewa
Pembangunan pendidikan, katanya
Hanyalah topeng, fatamorgana.
Ada tambur patah, guntur kecewa
Pembangunan pendidikan, katanya
Hanyalah topeng, fatamorgana.
Orang-orang mengunyah kertas kosong
Jemari menari di gitar tak bersenar
Sketsa palsu, janji-janji yang pudar.
Jemari menari di gitar tak bersenar
Sketsa palsu, janji-janji yang pudar.
Guru muda itu, dulu berani,
Kini luntur, idealisme mati.
Seragam kebohongan kian mengilap,
Nama Tuhan diobral, kitab suci dikoyak.
Kini luntur, idealisme mati.
Seragam kebohongan kian mengilap,
Nama Tuhan diobral, kitab suci dikoyak.
Kebenaran disulap, lenyap dalam kabut
Jiwanya gersang, hujan jujur telah usai
Bibirnya bisu, tak lagi bernyanyi
Bagai riak badai menghantam karang
Jiwanya gersang, hujan jujur telah usai
Bibirnya bisu, tak lagi bernyanyi
Bagai riak badai menghantam karang
Ia datang, wajahnya bagai ombak,
Mengilap, namun rapuh, menuju pantai.
Pecah, dihantam badai yang Ia bawa sendiri,
Mengilap, namun rapuh, menuju pantai.
Pecah, dihantam badai yang Ia bawa sendiri,
Kabarnya hanya satu
Di ujung sana, hanya bulan yang setia
Memompa pasang, menari dalam sepi
Lhokseumawe, April 2025
0 Komentar